TEMPO.CO, Jakarta - Biro Investigasi Federal atau FBI menawarkan hadiah hingga US$ 1juta atau setara Rp 15,8 miliar untuk informasi tentang warga negara Amerika Serikat Austin Tice. Bekas Marinir yang menjadi jurnalis ini diculik oleh militan jihad pada 2012 saat sedang meliput pemberontakan terhadap rejim Bashar al Assad di Suriah.
"Mengingat kejadian terkini di Suriah, FBI memperbarui seruan kami untuk mendapatkan informasi yang dapat mengarah pada lokasi yang aman, pemulihan, dan pengembalian Austin Bennett Tice, yang ditahan di Damaskus pada bulan Agustus 2012," kata FBI dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari FoxNews.
"FBI dan mitra pemerintah tetap berkomitmen membawa Austin pulang ke keluarganya. Kami masih menawarkan hadiah hingga US$ 1 juta untuk informasi yang mengarah pada pemulangan Austin dengan selamat," kata FBI dalam pernyataannya.
Austin Tice, 43, adalah seorang kapten di Korps Marinir Amerika Serikat. Ia melakukan perjalanan ke Suriah sebagai jurnalis independen pada Mei 2012, sebelum tahun terakhirnya di Sekolah Hukum Georgetown.
Warga asli Texas tersebut meliput berbagai peristiwa di Suriah untuk McClatchy, The Washington Post dan sejumlah organisasi berita lainnya melaporkan. Ia menghilang beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-31. Ia diculik saat meliput pemberontakan terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas penculikannya.
"Kami mendapat informasi dari sumber penting yang sudah diperiksa oleh seluruh jajaran pemerintahan: Austin Tice masih hidup," kata ibunya Debra Tice kepada wartawan di National Press Club pada hari Jumat, sebelum pergi ke Gedung Putih untuk bertemu dengan kerabat lainnya.
"Dia dirawat dan dalam keadaan baik, kami tahu itu," kata Debra Tice.
Sebuah video yang dirilis beberapa minggu setelah penculikannya memperlihatkan dia ditutup matanya dan dipegang oleh orang-orang bersenjata. "Oh, Yesus," kata Austin Tice.
Orang-orang dalam video itu mengikat dan menutup mata Tice. Mereka meneriakkan "Allah-Akbar" di sepanjang klip. Para penculik bahkan memaksanya untuk melafalkan doa dalam bahasa Arab yang tidak lancar. Sejak saat itu, dia tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Suriah membantah telah menahannya.
Ibu Austin Tice mengatakan pada hari Jumat bahwa keluarganya memiliki informasi bahwa putranya masih hidup. "Kami memperoleh informasi dari sumber yang signifikan yang telah diperiksa oleh pemerintah bahwa Austin Tice masih hidup," kata Debra Tice kepada wartawan di National Press Club pekan lalu, sebelum pergi ke Gedung Putih untuk menghadiri rapat.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan bertemu dengan keluarga Tice pada sore hari, menurut sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre seperti dikutip dari Reuters.
"Jake Sullivan memang mengadakan pertemuan dengan keluarga Austin Tice sore ini, dan ia rutin bertemu dengan keluarga warga Amerika yang ditahan secara salah," kata Jean-Pierre. "Kami akan terus memastikan bahwa kami dapat membawa warga Amerika yang ditahan secara salah atau warga Amerika yang dipulangkan ke keluarga mereka."
Desakan dari keluarga untuk menemukan Austin Tice menguat setelah tumbangnya pemerintahan Bashar al-Assad. Adik Austin Tice, Naomi, mengatakan dia bertanya kepada para pejabat apakah ada cara untuk memanfaatkan kerusuhan di Suriah guna membantu mengamankan kebebasan Austin.
"Kami pada dasarnya hanya diberi tahu bahwa kami perlu menunggu dan melihat bagaimana hasilnya, sebuah tanggapan yang mungkin dapat dimengerti tetapi sangat membuat frustrasi," ujarnya.
Ayah Tice, Marc, mengatakan mereka yakin bahwa informasi ini baru. Ia mengatakan bahwa informasi tersebut mengindikasikan bahwa Austin masih hidup dan dirawat. "Dan kami berharap dapat mempublikasikannya semaksimal mungkin," katanya.
Pada Agustus 2020, Presiden Biden meminta Suriah untuk membebaskan Austin Tice. Bidenmengatakan pemerintah AS mengetahui dengan pasti bahwa ia ditahan oleh rezim Suriah.
Pada bulan Juni 2017, New York Times melaporkan bahwa Direktur CIA saat itu dan Menteri Luar Negeri saat ini Mike Pompeo telah menghubungi seorang pejabat pemerintah Suriah dalam upaya untuk mengamankan pembebasan Tice. Namun, jalur rahasia itu ditutup setelah Suriah melancarkan serangan gas saraf di wilayah yang dikuasai pemberontak di bagian utara negara itu. Pemerintahan Trump menanggapi dengan serangan rudal dan negosiasi pun gagal.
Pada April 2018, Biro Investigasi Federal (FBI) menawarkan hadiah US$ 1 juta untuk informasi yang mengarah pada penyelamatan Austin Tice. Pompeo mendesak pemerintah Suriah untuk membebaskan Tice, dan sandera Amerika lainnya yang ditahan di Suriah, pada bulan September 2019 saat berbicara di hadapan awak media.