TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti gabungan dari University of Technology Sydney, Queensland University of Technology (QUT), dan Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memiliki berbagai temuan dari hasil penelitian di Kota Surabaya. Penelitian itu sendiri dikerjakan untuk mengetahui ketahanan masyarakat dan rekomendasi untuk memberdayakan masyarakat rentan dalam situasi banjir.
“Temuannya tentang tantangan, peluang, modal-modal. Jadi masing-masing sebenarnya ada yang sangat kuat, ada yang masih kurang,” ujar peneliti bencana dari QUT, Connie Susilawati, saat ditemui di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
Dia menyampaikan bahwa ada enam modal dan tantangan, serta rekomendasi untuk masyarakat dan Pemerintah Kota Surabaya. Dalam dokumen ringkasan penelitian, modal yang dimaksud adalah (1) politik; (2) ekonomi; (3) sosial dan budaya; (4) sumber daya manusia; (5) infrastruktur; dan (6) alam.
Pada modal politik, tantangan yang dimiliki adalah terbatasnya penilaian terhadap bencana, kurangnya koordinasi dan kolaborasi dalam pengambilan keputusan. Lalu satu-satunya sistem evakuasi adalah pergi ke tempat yang lebih tinggi dan terbatasnya penerapan wilayah kelurahan tahan bencana.
“Kolaborasi regional di luar batas administratif dan fungsi perlu ditingkatkan,” bunyi salah satu rekomendasi yang diberikan, dikutip dari dokumen ringkasan penelitian tersebut.
Selanjutnya pada modal ekonomi, tantangan yang di depan mata adalah terbatasnya dana desa. Rekomendasi yang disampaikan berupa peningkatan dana desa untuk investasi pada mitigasi banjir.
Pengumpulannya bisa melalui sumbangan masyarakat dan memaksimalkan koneksi politik untuk menerima dana proyek. Lalu bisa memperkuat implementasi inisiatif kampung madani untuk peningkatan kapasitas keuangan desa.
Pada modal sosial dan budaya, tantangannya adalah mempertahankan peran individu yang aktif untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap banjir. Satu sosok individu dinilai bisa berperan untuk menggerakan koordinasi berbagi informasi perihal ancaman banjir.
Tentunya juga perlu membantu kelompok masyarakat rentan dalam situasi banjir. “Kelompok masyarakat yang tidak rentan cenderung memiliki antisipasi yang lebih baik dalam menghadapi banjir dan setelah banjir,” tutur Connie.
Berdasarkan riset ini, mereka yang termasuk masyarakat rentan adalah anak-anak, perempuan, lanjut usia, penyandang disabilitas, dan mereka yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi. "Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus dari organisasi masyarakat dan pemerintah, selain dari jaringan keluarga atau orang terdekat."
Lalu pada modal sumber daya manusia, tantangan nyata adalah terbatasnya kapasitas pejabat pemerintah dan masyarakat dalam mitigasi dan kesiapsiagaan banjir. Informasi disebarkan di tingkat lokal secara sukarela melalui media sosial seperti WhatsApp.
Rekomendasi yang diberikan adalah masyarakat perlu dilatih untuk menghadapi ancaman banjir, pelatihan evakuasi, dan mempelajari peringatan dini. Kemudian perlu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan digital, khususnya masyarakat rentan. “Isi informasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat rentan,” dikutip dari dokumen ringkasan penelitian tersebut.
Pada modal infrastruktur, tantangannya adalah persoalan drainase di Kota Surabaya. Maka itu harus diperbaiki atau bisa dibuat selokan dengan U-Ditch (beton huruf ‘U’ yang diletakkan pada selokan). Lalu bisa juga dengan memperbaiki aliran sungai atau kanal supaya membersihkan endapan.
Terakhir, pada modal keenam, yaitu pada aspek alam. Tantangannya adalah jalur alami dan buatan untuk aliran air berubah dari waktu ke waktu. Justru kondisi ini menyebabkan banjir yang signifikan.
Ekosistem penting seperti hutan bakau telah berkurang akibat pembangunan. Maka dari itu, aset alami yang dimiliki Kota Surabaya ini perlu dilestarikan dan dipertahankan.
Connie Susilawati mengatakan, temuan ini berdasarkan hasil wawancara, survei, dan diskusi grup dengan para informan. Secara teknis, penelitian ini dilakukan pada September 2023 sampai Maret 2024 dengan tiga tahap, yaitu survei, wawancara, dan workshop.
Wawancara dilakukan semi terstruktur terhadap 60 informan dari tokoh masyarakat dan pemerintah. Sedangkan sigi menarget kepada 600 rumah tangga di enam kelurahan untuk studi kasus, yaitu di Pakal, Lidah Kulon, Dukuh Pakis, Sidotopo Wetan, Gundih, dan Medokan Ayu.