Kemarau Basah Turunkan Permintaan Air Bersih di Gunungkidul Hingga 90%, DPRD Tetap Desak Solusi Permanen

1 hour ago 6
ilustrasi krisis air bersih saat musi kemaruIlustrasi kemarau | Pixabay

GUNUNGKIDUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Musim kemarau tahun ini menghadirkan kondisi yang berbeda di Gunungkidul. Fenomena kemarau basah yang ditandai dengan masih turunnya hujan di sejumlah wilayah membuat kebutuhan dropping air bersih dari pemerintah merosot tajam hingga 90 persen.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul mencatat, sampai akhir September hanya delapan tangki air yang disalurkan. Padahal pada periode sama tahun lalu, stok 1.500 tangki yang disiapkan pemerintah daerah habis terbagi ke wilayah rawan kekeringan.

“Permintaan kali ini sangat sedikit. Baru Kalurahan Semugih, Kapanewon Rongkop yang mengajukan dropping. Tahun lalu hampir semua wilayah butuh bantuan air,” ujar Kepala Bidang Logistik BPBD Gunungkidul, Sumadi, Senin (29/9/2025).

Ia menambahkan, kondisi sejumlah kapanewon yang biasanya paling terdampak, seperti Saptosari dan Purwosari, relatif lebih baik karena sumur dan sumber air warga masih terisi. Meski begitu, BPBD tetap menyiagakan armada tangki serta anggaran cadangan bila sewaktu-waktu permintaan meningkat.

“Kalau sampai akhir tahun anggaran ini masih ada sisa, tentu akan kami kembalikan ke kas daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul, Purwono, menegaskan bahwa pihaknya tidak memberlakukan status siaga kekeringan. Kondisi saat ini dinilai masih terkendali, meski tetap diperlukan kesadaran masyarakat untuk hemat air.

Namun di sisi lain, DPRD Gunungkidul menilai upaya dropping air bersih setiap kemarau bukanlah jawaban jangka panjang. Ketua DPRD Gunungkidul, Endang Sri Sumiyartini, menyebut penanganan semacam ini hanya bersifat reaktif.

“Bantuan air hanya menolong sesaat. Begitu habis, warga tetap harus mencari sumber lain. Karena itu pemkab perlu menyiapkan strategi permanen agar masalah kekeringan tidak terus berulang,” ujar Endang, Sabtu (30/8/2025).

Menurutnya, Gunungkidul memiliki potensi sumber daya air melimpah, terutama sungai bawah tanah yang bisa dimanfaatkan melalui jaringan PDAM. Selain itu, opsi pembangunan embung dan program konservasi air dinilai penting untuk menambah cadangan.

Data BPBD mencatat, meski kemarau basah membuat situasi relatif aman, ada sekitar 24.137 jiwa di 10 kapanewon yang tetap berisiko terdampak kekeringan. Kapanewon Panggang menjadi wilayah paling rawan dengan lebih dari 13 ribu penduduk berpotensi kekurangan air bersih, disusul Saptosari dan Girisubo dengan ribuan jiwa terdampak.

Dengan kondisi tersebut, DPRD berharap momentum kemarau basah tahun ini dimanfaatkan pemerintah untuk menyiapkan kebijakan jangka panjang. “Kita perlu solusi struktural, bukan hanya sekadar menunggu hujan atau menyalurkan air tangki,” tegas Endang. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |