Krisis Tenaga Medis: Menkes Bakal Izinkan Dokter Umum Lakukan Bedah Cesar di Wilayah Terpencil

7 hours ago 6

Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin(18/11/2024) | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Selama ini, dokter umum tidak memiliki kewenangan untuk melakukan bedah cesar bagi wanita yang melahirkan. Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Sementara itu yang boleh dan berwenang melakukan bedah cesar adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan (Sp.OG).

Namun, kondisi di lapangan ternyata jauh dari ideal. Banyak daerah terpencil di Indonesia tidak memiliki dokter spesialis kandungan, sehingga kasus kegawatdaruratan persalinan kerap berakhir tragis. Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan rencana penyusunan regulasi yang memungkinkan dokter umum melakukan operasi caesar dalam kondisi darurat tertentu.

“Regulasinya akan kita buat. Ini bukan asal memberi izin. Dokter umum akan mendapatkan pelatihan formal dan terbatas hanya untuk tindakan yang benar-benar menyelamatkan nyawa,” tegas Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Ia menyoroti fakta bahwa dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, ratusan di antaranya masih belum memiliki dokter spesialis sama sekali. Kondisi ini menyebabkan banyak ibu hamil di wilayah terpencil harus menempuh perjalanan jauh bahkan menyeberangi laut untuk memperoleh layanan medis—dan tidak sedikit yang akhirnya meninggal dalam proses tersebut.

“Saya pernah ke Pulau Taliabu, Anambas, Konawe Utara, hingga pedalaman Sumba. Di sana, masyarakat benar-benar kesulitan mengakses layanan dasar. Banyak ibu-ibu hamil yang tidak tertolong karena tidak ada dokter kandungan,” ungkapnya.

Budi juga menceritakan pengalaman terbarunya saat mengunjungi Lampung. Di sana, ia diperlihatkan video seorang ibu hamil yang harus digotong menggunakan perahu karena tidak tersedia tenaga medis yang memadai. Sayangnya, sebagian dari mereka tidak berhasil diselamatkan.

“Jadi apa yang kita lihat di kota itu jauh sekali berbeda dengan realitas di pelosok. Ini soal nyawa,” tandasnya.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan pelimpahan tugas (task shifting) kepada dokter umum dalam situasi darurat bukanlah hal baru, dan telah diakui oleh WHO. Di Indonesia pun, pendekatan serupa pernah dilakukan sebelumnya.

“Yang saya minta adalah untuk daerah-daerah yang tidak memiliki spesialis, berikan dokter umum pelatihan khusus untuk menangani kondisi emergency. Supaya kita tidak terus-terusan menyaksikan warga kita meninggal hanya karena tidak ada tenaga medis yang kompeten di tempat,” ujarnya.

Menurut Budi, saat ini banyak dokter umum merasa serba salah. Di satu sisi, mereka tahu harus bertindak cepat; namun di sisi lain, mereka takut tersandung masalah hukum karena menjalankan tindakan di luar kewenangannya.

“Banyak dokter umum bilang ke saya, ‘Pak, kami enggak berani ambil tindakan karena secara hukum kami dianggap tidak kompeten. Padahal kami tidak pernah diberi pelatihan,’” ucapnya.

Budi menegaskan bahwa rencana regulasi ini bukan untuk menggantikan peran dokter spesialis, melainkan sebagai solusi darurat untuk mengisi kekosongan layanan di wilayah krisis.

“Ini soal nyawa. Saya minta supaya kita bisa realistis dalam menghadapi kondisi di lapangan. Jangan sampai aturan justru membuat kita kehilangan lebih banyak jiwa,” pungkasnya.

www.tribunnews.com

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |