Mereka Menolak Usulan Perguruan Tinggi Bisa Kelola Tambang dalam Revisi UU Minerba

3 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR menyepakati hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara atau RUU Minerba menjadi usulan inisiatif DPR. Salah satu usulan DPR adalah pemberian izin tambang secara prioritas pada perguruan tinggi.

“RUU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 itu berisi ketentuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan cara lelang atau prioritas pada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan, organisasi masyarakat (ormas), dan perguruan tinggi,” tutur Ketua Baleg DPR Bob Hasan dalam rapat pleno di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.

Dia menuturkan pemerintah berkeinginan agar seluruh elemen masyarakat bisa mendapatkan hak yang sama mengelola sumber daya alam, termasuk perguruan tinggi.  

“Pemerintah ingin memberikan peluang kepada perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan,” katanya setelah rapat pleno.

Usulan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan perguruan tinggi.

Dosen UGM: Perguruan Tinggi Kelola Tambang Menabrak UU Pendidikan

Dosen ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengkritik keputusan Baleg DPR yang mengusulkan perguruan tinggi dapat mengelola tambang. Menurutnya, usulan dalam draf RUU Minerba itu melanggar Undang-Undang Pendidikan.

Fahmy menuturkan, berdasarkan UU Pendidikan, perguruan tinggi memiliki tiga fungsi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Sudah pasti, kata dia, pertambangan tidak selaras dengan aturan tersebut. 

“Tambang, di mana pun prosesnya, pasti menyebabkan perusakan lingkungan,” tutur Fahmy dalam siaran pers pada Selasa, 21 Januari 2025.

Dia menduga pemberian konsesi tambang tersebut bertujuan menundukkan perguruan tinggi agar tidak dapat lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, sebagaimana yang selama ini berjalan. “Kalau benar dugaan tersebut, tidak berlebihan dikatakan terjadi prahara di perguruan tinggi dalam fungsi kontrol dan penegakan demokrasi di Indonesia,” ujarnya.

Atas pertimbangan tersebut, Fahmy meminta DPR mencabut usulan tersebut dari RUU Minerba. Dia mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia menolaknya rancangan aturan tersebut. 

“Seluruh perguruan tinggi yang mengedepankan nurani harus menolak pemberian konsesi tambang agar tidak terjadi prahara perguruan tinggi,” kata dia.

Rektor UII Tolak Usulan Perguruan Tinggi Diberi Izin Usaha Tambang

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menolak adanya usulan pemberian izin usaha tambang untuk perguruan tinggi dalam RUU Miner. Menurut dia, usulan itu bukan berada di ranah universitas.

Fathul khawatir, ketika kampus masuk ke ranah bisnis pertambangan, membuat mereka tidak sensitif lagi terhadap pengembangan akademik. Sebab, orientasi mereka berpotensi lebih condong mengembangkan bisnis tersebut.

“Uang itu kadang kala menghipnotis dan kalau itu terjadi, berbahaya,” kata Fathul saat ditemui di Resto Sabin Seken Living, Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 21 Januari 2025.

Fathul juga khawatir kampus yang masuk ke ranah pengelolaan tambang bakal berorientasi meraup keuntungan yang tinggi dan mengabaikan lingkungan serta warga yang tinggal di daerah tambang.

“Ada baiknya kampus tetap fokus pada misi utama, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” kata dia.

Jatam: Negara Biarkan PTN Cari Duit Sendiri

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti Pasal 51 tentang cakupan WIUP dari naskah revisi UU Minerba, yang menyatakan perguruan tinggi menjadi salah satu lembaga yang mendapat izin mengelola tambang.

Juru kampanye Jatam, Alfarhat Kasman, menilai usulan itu sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan akademisi berupa tenaga pendidik atau dosen maupun peserta didik atau mahasiswa. Dengan memberikan izin tambang, kata dia, pemerintah membebankan tanggung jawab finansial kampus begitu saja.

“Ketidakbecusan negara (pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan para akademisi hendak diselesaikan dengan cara culas: membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang,” katanya melalui keterangan resmi, Selasa.

Farhat menduga para pembuat kebijakan memanfaatkan nama baik perguruan tinggi untuk kepentingan citra pribadi atau kelompok tertentu.

“Ini merupakan satu bentuk pelecehan terhadap institusi perguruan tinggi yang seharusnya berpihak kepada masyarakat korban di lingkar tambang, bukan sebagai alat untuk merampok negara dan mengakumulasi daya rusak akibat usaha pertambangan,” kata dia.

Dia beranggapan usulan tersebut hanya untuk memperalat nama besar perguruan tinggi sebagai alasan untuk meloloskan kebijakan yang sebenarnya menguntungkan kelompok tertentu. 

Farhat juga menilai aturan itu seakan mengabaikan nilai-nilai dalam pasal 33 UUD 1945 yang mengatur perekonomian nasional dan sumber daya alam. Hal ini berkaitan dengan salah satu basis argumen yang tertera dalam naskah revisi yang berbunyi “mineral dan batu bara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Jatam menolak revisi tersebut. Jatam menilai naskah tersebut merupakan praktik sempurna dari kejahatan korupsi sistemik yang melibatkan korporat atau kepentingan swasta secara langsung dalam pengelolaan kebijakan negara. Mereka menuntut pemerintah dan DPR RI agar menghentikan seluruh proses revisi tersebut.

Legislator PKB Tak Setuju Perguruan Tinggi Kelola Tambang

Adapun Anggota Baleg DPR Habib Syarief Muhammad tidak sependapat dengan usulan perguruan tinggi ikut menjadi pengelola tambang. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, jika perguruan tinggi ikut mengelola konsesi tambang, akan berdampak buruk terhadap kampus.

“Saya khawatir kekeliruan atau ketidaktahuan yang dilakukan perguruan tinggi nantinya akan menjerumuskan mereka ke meja hijau,” kata Syarief di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

Dia menilai usaha pertambangan di Indonesia masih berada pada wilayah abu-abu. Sehingga kampus semestinya tidak dijerumuskan untuk ikut mengelola tambang.

Menurut Syarief, pemberian izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi bukan solusi tepat untuk meningkatkan kesejahteraan kampus. Dia mengatakan ada cara lain yang dapat dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan perguruan tinggi. 

“Pemerintah bisa memberikan profitability index, seperti yang dilakukan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah,” kata dia.

Novali Panji Nugroho, Dede Leni Mardianti, M. Syaifullah, Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Siswa SD Kritik Rasa Menu Makan Bergizi Gratis, Begini Jawaban BGN

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |