TEMPO.CO, Jakarta - Celia Veloso, ibunda terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso, menyambut baik rencana pemindahan sang anak ke negara asalnya, Filipina.
“Kami sangat senang, kami melihat seberapa besar kalian semua mendukung Mary Jane,” ucap Celia dalam konferensi pers yang digelar secara daring oleh Beranda Migran dan Human Rights Working Group (HRWG), pada Selasa, 26 November 2024. “Terima kasih sudah menganggap Mary Jane sebagai anggota keluarga kalian sendiri, seperti teman kalian sendiri."
Celia mengatakan, kedua anak Mary Jane sangat senang mendengar kabar kepulangan ibu mereka ke Filipina. “Yang paling senang adalah kedua anak Mary Jane, akhirnya mereka dapat merasakan kehadiran dan pelukan ibu mereka,” tutur Celia.
Kedua anak Mary Jane, kata Celia, berencana menghabiskan waktu mereka dengan sang ibu ketika dia kembali. “Menggantikan waktu-waktu yang telah hilang selama dia ada di Indonesia,” ujar dia.
Kabar mengenai rencana kembalinya Mary Jane Veloso disampaikan oleh Presiden Filipina Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr melalui akun media sosial resminya, pada Rabu, 20 November 2024.
“Mary Jane Veloso akan pulang,” demikian tulis Bongbong di akun X @bongbongmarcos.
Bongbong menyebut keputusan pemindahan narapidana ini sebagai hasil diplomasi dan konsultasi yang panjang antara pemerintah Filipina dan Indonesia. “Kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama hingga mencapai kesepakatan untuk akhirnya memulangkannya ke Filipina,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui permohonan pemindahan narapidana untuk terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Veloso. Permohonan pemindahan itu datang dari negara asal Mary Jane, yaitu pemerintah Filipina.
Yusril menyampaikan kementerian-kementerian di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan telah membahas secara internal permohonan dari Filipina tentang pemindahan Mary Jane. “Dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini,” kata Yusril melalui keterangan tertulis pada Rabu, 20 November 2024.
Mary Jane Fiesta Veloso merupakan pekerja rumah tangga yang ditangkap Petugas Bea dan Cukai Banda Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010. Saat itu, petugas mendapati Mary Jane membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya.
Akibatnya, perempuan asal Filipina itu harus menghadapi persidangan di Indonesia. Dalam persidangan, ia membantah mengetahui keberadaan narkotika itu. Dia mengaku dijebak temannya, Maria Christina Sergio. Maria, menurut dia, menjanjikannya pekerjaan di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, setelah tiba di Kuala Lumpur, dia justru disuruh menunggu di Yogyakarta. Menurut pengakuan Mary Jane, Maria juga lah yang memberikan koper berisi heroin itu kepadanya.
Pembelaan Mary Jane tak digubris oleh hakim. Enam bulan sejak penangkapan, pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menjatuhkan hukuman mati kepada Mary. Rencananya, eksekusi akan dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pemerintah Indonesia menunda pelaksanaan eksekusi mati itu dengan alasan menunggu proses hukum mengenai TPPO di Filipina selesai.
Pada 2020, Pengadilan Nueva Ecija Filipina menjatuhkan hukuman penjara kepada Maria Christina Sergio dan Julius Lacanilao, atas perekrutan tenaga kerja ilegal skala besar dalam kasus terpisah yang melibatkan tiga perempuan lainnya.
Mahkamah Agung Filipina juga mengizinkan Mary Jane untuk memberikan kesaksiannya sebagai korban tindak pidana perdagangan manusia atas tindakan kedua perekrut tersebut. Kesaksian itu mempertegas posisi Mary Jane sebagai korban untuk tujuan eksploitasi sebagai kurir narkotika.