TEMPO.CO, Jakarta - Privilege atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebut sebagai privilese, merujuk pada hak istimewa.
Istilah yang diambil dari bahasa Inggris tersebut kerap kali digunakan dalam percakapan sehari-hari ketika membahas kesuksesan seseorang di bidang pendidikan atau pekerjaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir buku Tindakan Administratif dalam Gereja Katolik (2018) karya Alphonsus Tjatur Raharso, kata privilege secara etimologi berasal dari bahasa Latin, yaitu privilegium, yang merupakan gabungan dari privus (tersendiri atau terpisah) dan legis atau lex (hukum). Lantas, apa itu privilege?
Pengertian Privilege
Menurut repository.upnvj.ac.id, privilege adalah suatu hal yang dibedakan atau dikhususkan untuk orang-orang yang mempunyai keistimewaan.
Selain itu, privilege juga didefinisikan sebagai suatu keistimewaan atau hak-hak yang diterima oleh seseorang, karena mempunyai kelebihan dari segi tertentu.
Kemudian, berdasarkan repositori.usu.ac.id, privilege merupakan hak istimewa sosial yang dimiliki seseorang dan dapat mempengaruhi kesempatan untuk mencapai keadilan di kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, privilege berkaitan dengan latar belakang sosial seseorang yang memainkan peran signifikan dalam meraih prestasi.
Senada dengan hal itu, mengacu pada laman Merriam Webster, privilege secara harfiah adalah istimewa atau hak istimewa. Privilege juga diartikan sebagai tidak tunduk pada aturan atau hukuman biasa, karena beberapa keadaan khusus, terutama pada pengungkapan di pengadilan.
Asal-usul Privilege
Melansir reagle.org, konsep privilege pertama kali muncul dalam konteks kelas dan rasisme di Amerika Serikat. Pada 1920, sosiolog William Edward Burghardt Du Bois mengamati peran ras kulit putih.
Lalu, pada 1935, dia lebih lanjut mencatat bahwa ras kulit putih berperan memecah belah kepentingan kelas pekerja.
Puluhan tahun kemudian, yaitu pada 1963, Martin Luther King Jr. menanggapi protes hak-hak sipil.
Selanjutnya, pada 1967, penulis sosialis Noel Ignatin dan Ted Allen menyadari perbedaan kelas pekerja yang dikemukakan oleh Du Bois.
Gagasan privilege lalu diperluas dan dipopulerkan oleh seorang feminis dan pendidik Peggy McIntosh pada 1988.
Dalam karya tulisnya yang berjudul White Privilege: Unpacking the Invisible (1990) (Hak Istimewa Kulit Putih: Membongkar Sesuatu yang Tak Kasat Mata), dia menyadari bahwa sejauh mana laki-laki bisa bekerja dan keistimewaan memiliki kulit putih.
McIntosh berbicara tentang privilege sebagai sesuatu yang diberikan melalui kelahiran atau keberuntungan. Dengan demikian, hak istimewa adalah kekuatan yang tidak diperoleh dengan kerja keras.
Jenis-Jenis Privilege
Mengutip dokumen yang diunggah di situs Maryland Carey Law, University of Maryland, Baltimore, Amerika Serikat, privilege dibagi menjadi lima jenis, meliputi:
1. Privilege Kulit Putih
Di banyak negara, orang dengan kulit putih mempunyai banyak keuntungan yang sering kali mengorbankan orang dengan kulit berwarna.
Banyak orang dengan kulit gelap kerap mendapat kecaman atau diperlakukan berbeda dan tidak adil. Begitu pula dengan produk-produk riasan (makeup) yang lebih banyak menggunakan model berkulit putih atau menyediakan pilihan warna yang terbatas.
2. Privilege Agama
Privilege beragama mencakup kemampuan untuk menemukan tempat beribadah dan dapat merayakan hari-hari besar.
Selain itu, hak istimewa dalam beragama juga mencakup hak untuk libur dari sekolah atau pekerjaan selama perayaan tertentu.
3. Privilege Gender
Dalam banyak kasus, laki-laki mendapatkan hak istimewa dalam berkarier dan gaji. Tak hanya itu, laki-laki sering diperlakukan lebih hormat dan lebih didengarkan dalam percakapan sehari-hari dibandingkan perempuan.
4. Privilege Heteroseksual
Hak istimewa heteroseksual merujuk pada keuntungan yang diberikan kepada seseorang, karena mempunyai orientasi heteroseksual.
Orang yang heteroseksual tidak perlu khawatir tentang “keterbukaan” atau tidak perlu merasa takut saat berpegangan tangan dengan pasangan di depan umum.
5. Privilege Sosial-Ekonomi
Pandangan tentang konsep privilege sosial-ekonomi bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Misalnya, beberapa orang menganggap kemampuan untuk membeli barang mewah adalah hak istimewa, sedangkan lainnya menilai kemudahan untuk berkuliah di kampus ternama juga termasuk privilege.
Manfaat Privilege
Menurut Wildman dan Davis (1995), orang dengan privilege memperoleh banyak keuntungan melalui afiliasi mereka (misalnya memiliki keluarga terpandang) dalam sistem kekuasaan.
Keuntungan yang dimaksud, misalnya menerima penghormatan, pengetahuan khusus, atau tingkat kenyamanan yang lebih tinggi untuk berinteraksi sosial.
Keuntungan yang tidak diperoleh dengan usaha itu mungkin tidak disadari oleh pemiliknya. Padahal, privilege merupakan bagian dari kenyataan yang membantu sebagian orang untuk memperoleh keuntungan.
Dampak Privilege
Meskipun menguntungkan, privilege menjadi masalah ketika mempengaruhi interaksi dan penilaian pribadi.
Terlalu bergantung pada hak istimewa juga dapat membutakan diri, sehingga sering kali menciptakan atau melanggengkan ketidakadilan bagi orang lain.
Individu dengan privilege sering kali sulit memahami pengalaman orang lain yang kurang beruntung, sehingga menyebabkan kurangnya empati dan menimbulkan kesalahpahaman. Dengan mengandalkan privilege, individu mungkin akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan penting, seperti kemampuan mengatasi tantangan.
Contoh Privilege
Adapun beberapa contoh privilege dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
- Perempuan cantik atau laki-laki tampan umumnya memiliki peluang lebih besar diterima kerja pada lowongan pekerjaan yang mensyaratkan good looking (beauty privilege).
- Laki-laki umumnya mempunyai peluang lebih besar diterima kerja pada lowongan pekerjaan berbasis lapangan (gender privilege).
- Seseorang dalam komunitas LGBTQ+ cenderung mendapatkan cemoohan di negara-negara yang mayoritas berorientasi heteroseksual (privilege heteroseksual).
- Anak yang dilahirkan di dalam keluarga kaya lebih mudah mengakses pendidikan, seperti membeli peralatan yang menunjang kegiatan belajar atau mengikuti berbagai jenis les sesuai dengan minat (privilege sosial-ekonomi).
- Anak yang dilahirkan di dalam keluarga mampu secara ekonomi umumnya lebih fokus belajar, karena pikiran lebih terkonsentrasi pada pendidikan dan tidak teralihkan kepada hal-hal lain (privilege sosial-ekonomi).