TEMPO.CO, Jakarta - Hari Guru diperingati setiap 25 November dan tema di 2024 adalah "Guru Hebat, Indonesia Kuat". Tema ini menyiratkan pesan menghadirkan pendidikan bermutu yang bersumber dari guru-guru hebat. Dari sentuhan pikiran dan hati mereka akan lahir generasi yang kuat dan tangguh.
Akan tetapi, sekarang bangsa Indonesia menghadapi tantangan berat, baik yang berkaitan dengan mutu sumber daya manusia maupun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyikapi masalah tersebut, Prof. Fauzi, pakar pendidikan Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, mengatakan para guru harus lebih terbuka pikirannya dengan terus belajar agar bisa menemukan ide-ide baru dan tidak ketinggalan perkembangan zaman.
Selain punya pola pikir yang kuat bagaimana mendidik dan mengembangkan ilmu, guru hebat memiliki motivasi kuat dalam mendidik anak-anak bangsa. Motivasi tersebut penting karena mereka mendidik dan melayani anak-anak dengan segala keragamannya. Sebagai sosok yang menjadi ujung tombak menciptakan SDM berkualitas, guru harus menguatkan diri dengan keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan untuk mendidik anak agar menjadi generasi yang tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan.
Dengan keterampilan dan kecakapan itu guru memiliki kemampuan beradaptasi dan mengakomodasi kemajuan teknologi. Jika para guru tidak memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi yang berkembang, peserta didik mustahil bisa menjadi generasi yang kuat, cakap, dan beradaptasi dengan perkembangan. Karena itu, Indonesia butuh guru-guru yang bisa membangun budaya belajar, yang menjadi inti pendidikan.
Ide belajar harus dimulai dari guru sendiri karena merupakan pembelajar dan orang yang terus mau belajar. Tidak mungkin yang diajarkan bisa terus berkembang kalau guru tidak mau belajar. Orang-orang yang telah memiliki budaya belajar ketika menghadapi tantangan apa pun akan cepat beradaptasi dan mencari solusi mengatasi masalah.
Fauzi, yang juga Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saizu, mengakui kelemahan pendidikan di Indonesia saat ini antara lain belum melahirkan orang-orang yang memiliki tradisi belajar kuat. Padahal, peradaban dunia dibangun oleh ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan belajar.
"Kita harus merefleksi apakah guru-guru kita sudah terbangun budaya belajarnya? Ada perubahan sedikit saja langsung terkejut, heran, khawatir, dan takut. Ini karena tidak memiliki kesiapan, spirit belajarnya belum terbangun," ungkapnya.
Bagi yang punya budaya belajar, guru pasti tidak akan menunggu tetapi justru bersikap adaptif, siap menghadapi, dan mencari solusi. Perubahan itu bersifat abadi dan akan bisa dihadapi jika guru punya budaya belajar. Dengan menjadi pembelajar dan terus belajar menemukan, mencari, dan membenturkan diri dengan segala hal, guru siap menghadapi dan menemukan jawabannya.
Tingkatkan kualitas, tak hanya kesejahteraan
Saat ini memang banyak orang tua yang gelisah karena motivasi belajar anak rendah. Apalagi tidak ada ujian nasional. Padahal inti masalah itu karena budaya belajar yang rendah. Jika memiliki budaya belajar, ada sistem ujian seperti apapun, mereka pasti siap menghadapi.
"Maka bagaimana kita semuanya, termasuk LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) yang melahirkan calon-calon guru, menanamkan nilai-nilai belajar ini menjadi sebuah tradisi, menjadi sikap, karakter yang melekat dalam setiap orang Indonesia," jelasnya.
Setiap orang Indonesia harus tertanam semangat untuk belajar, menemukan sesuatu yang ada di dalam kehidupan. Apa yang dibangun negara-negara maju seperti Cina karena memiliki kultur belajar yang tinggi. Keunggulan negara lain dimodifikasi, bahkan ditiru, selanjutnya dibuat kreasi atau inovasi hingga akhirnya Cina menjadi negara maju setelah melalui proses panjang dalam membangun keunggulan itu.
Keunikan tersebut terlihat dari bangsa Cina dalam membangun budaya belajar dengan karakter dasar identitas sebagai orang-orang yang mau belajar dan terus belajar. Karena itu, budaya belajar harus dimulai dari guru. Jangan hanya menyuruh peserta didik membaca buku. Guru juga harus membaca buku setiap hari untuk menambah wawasan dan memperbarui informasi.
Fauzi mengatakan sekarang sudah ada tunjangan profesi guru (TPG). Namun pertanyaannya, seberapa besar guru mengalokasikan TPG itu untuk meningkatkan kualitas diri dengan menguatkan kultur belajar? Dalam hal ini, para guru perlu merefleksi dan mengevaluasi diri untuk mengetahui apakah sudah punya budaya belajar dan membaca atau belum memiliki semua itu.
Selama ini, peringatan Hari Guru sering difokuskan pada kesejahteraan guru meskipun sekarang kesejahteraannya meningkat. Akan tetapi pertanyaannya, apakah meningkatnya kesejahteraan tersebut berbanding lurus dengan kualitas diri dalam konteks sebagai guru yang harus mendidik orang?
Jika kesejahteraan naik namun kemudian pola pikir dan mentalitas belajar tidak tumbuh dan berkembang, hal itu menjadi persoalan serius bagi masa depan Indonesia. Kkarena itu, Fauzi menilai hal tersebut harus menjadi kritik semua pihak dalam merespons perkembangan masa depan pendidikan di Indonesia.
Karena proses pendidikan pada dasarnya membangun peradaban bangsa, pakar pendidikan Darmaningtyas menekankan pendidikan harus mampu mengantisipasi masa depan dalam jangka yang panjang, tidak hanya saat ini, apalagi masa lalu. Konsekuensinya, para pendidik harus senantiasa memutakhirkan kecakapan dan ilmu pengetahuan agar terhubung dengan kebutuhan masa depan.