TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto melantik tujuh orang utusan khusus presiden untuk membantu tugas-tugasnya. Nama-nama yang ia tunjuk sebagai utusan khusus termasuk pebisnis dan selebritas Raffi Ahmad hingga politikus Zita Anjani, putri dari Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Ada pula pengusaha Setiawan Ichlas, atau yang akrab disapa Iwan Bomba.
Pelantikan para utusan dan staf khusus dilakukan menurut Keputusan Presiden (Keppres) 73/M Tahun 2024. Berdasarkan aturan tersebut, Prabowo resmi melantik nama-nama sebagai berikut:
1. Muhammad Mardiono: Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan
2. Setiawan Ichlas: Utusan Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Perbankan
3. K.H. Miftah Maulana Habiburrahman: Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan
4. Raffi Farid Ahmad: Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni
5. Ahmad Ridha Sabana: Utusan Khusus Presiden Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Ekonomi Kreatif dan Digital
6. Prof. Mari Elka Pangestu: Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral
7. Zita Anjani: Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata
8. Yovie Widianto: Staf Khusus Bidang Ekonomi Kreatif
Adapun tugas dan fungsi mereka sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024 tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden.
Menurut beleid itu, para utusan khusus akan diberikan hak keuangan dan fasilitas setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri.
Dari ketujuh utusan di atas, Prabowo mendapuk pengusaha Setiawan Ichlas alias Iwan Bomba untuk membantunya dalam urusan ekonomi dan perbankan. Namanya pernah terseret dalam sengketa kredit macet hingga dugaan tindak pidana penggelapan oleh istri eks menteri. Ia juga masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024.
Siapakah sosok Iwan Bomba dan apa kredensialnya?
Pengusaha Batu Bara asal Palembang
Setiawan Ichlas adalah seorang pengusaha batu bara Indonesia asal Palembang, Sumatera Selatan. Ia merupakan pemilik Bomba Grup, sebuah perusahaan holding atau induk investasi terdiversifikasi yang membawahi entitas bisnis di berbagai bidang usaha.
Menyitir dari situs web perusahaan, Bomba Grup memulai bisnis pada sektor perdagangan sejak 2000, dan sejak 2022 terus berkembang pada sektor perkebunan, pertambangan, properti, energi serta kontraktor dan logistik. Bisnis pertambangan batu bara yang dijalankan Bomba Grup terletak di provinsi Sumatera Selatan.
Iwan Bomba juga memiliki usaha di bidang agribisnis yaitu PT Golden Blossom Sumatra (GBS), anak perusahaan Bomba Grup. Fokus bisnisnya meliputi pembibitan, penanaman, dan pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) dari kelapa sawit, menghasilkan utamanya CPO dan Kernel.
Iklan
Perusahaan itu didirikan oleh PT Gozco Plantations (GZCO) pada 2006 dan diakuisisi oleh PT Mitra Lintas Persada (MLP) pada Agustus 2019. Saat itu, dua anak perusahaan GZCO yakni PT Suryabumi Agrolanggeng dan PT Golden Zaga Indonesia menjual 100 persen sahamnya di PT Golden Blossom Sumatra seharga Rp 350 miliar. Saham GBS dibeli oleh PT Mitra Lintas Persada dan Setiawan Ichlas, dan pembeliannya ditandatangani pada 31 Juli 2019.
Melansir dari Antara, Iwan Bomba menjalankan usaha batu bara dengan total cadangan mencapai 283 juta ton, bermitra dengan perusahaan multinasional mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 1 dan merintis pabrik biodiesel B100.
Ia juga mengeksplorasi potensi logistik dan infrastruktur meliputi pengelolaan pelabuhan, jala, serta jalur kereta api transportasi batu bara. Bisnis properti Bomba Group di bawah PT Dakara Makmur berfokus pada investasi tanah dan bangunan di pusat bisnis Jakarta.
Iwan Bomba bahkan berbisnis di bidang olahraga, tepatnya sepak bola. Ia memiliki saham terbesar di klub bola Sumatera Selatan, Sriwijaya FC.
Nama Iwan Bomba di Balik Sejumlah Kasus
Nama Iwan Bomba pernah terseret dalam beberapa kasus, mulai dari sengketa kredit macet perusahaan batu bara hingga dugaan tindak pidana penggelapan oleh seorang istri mantan menteri.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo pada 6 Agustus 2022, Bomba Grup milik Iwan diduga berupaya mengambil alih perusahaan batu bara PT Titan Infra Energy yang saat itu terjebak sengketa kredit macet dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Mulanya, Titan sempat tidak menyetor sebagian pendapatan usaha ke rekening pengumpul atau debt service account (DSA) sesuai dengan perjanjian kredit. Tiga pemberi kredit sindikasi dalam utang-piutang itu adalah CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Bank Mandiri. Macetnya pembayaran utang senilai US$ 450 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun saat itu.
Bank Mandiri lantas menuding pemilik Titan batal menjual perusahaan. Padahal, penjualan Titan menjadi bagian dari program restrukturisasi kredit macet. Bank Mandiri mengatakan batalnya proposal restrukturisasi merupakan bukti ketidakseriusan Titan menyelesaikan kewajiban kepada kreditur sindikasi.
Di sisi lain, pengacara Titan yaitu Haposan Hutagalung mengatakan kepada Tempo bahwa ada dugaan restrukturisasi utang diarahkan ke upaya akuisisi oleh pengusaha lain. Pengusaha itu tidak lain dari Iwan Bomba, pemilik Bomba Grup. Iwan saat itu juga disebut-sebut sebagai pemegang saham PT Minna Padi yang hendak mengakuisisi Bank Muamalat pada 2017.
Seorang sumber Tempo, pengusaha asal Palembang, menyatakan Iwan memang sedang berusaha mengambil alih kredit sebuah perusahaan di bank pelat merah. Pengusaha lain membisikkan bahwa Iwan akan mengambil alih jalan tambang atau hauling road sepanjang 116 km yang menjadi satu-satunya jalur untuk mengangkut batu bara dari Sumatera Selatan.
Hauling road itu tak lain merupakan aset dari Titan, yang melalui PT Servo Lintas Raya membeli jalan itu dari Adaro Energy senilai US$ 25 juta pada 2014.
Sejumlah dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan Bomba Grup berupaya menjadi pemegang saham Titan sejak 2020, saat pembayaran cicilannya mulai seret akibat pandemi Covid-19.
Pada 2022, sejumlah media juga memberitakan nama Iwan Bomba terseret dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan oleh Hanifah Husein, istri dari mendiang Ferry Mursyidan Baldan, eks Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Hanifah saat itu dinyatakan sebagai tersangka kasus penggelapan saham PT Batubara Lahat. Kuasa hukum Hanifah menuding Iwan Bomba sebagai sosok di balik kriminalisasi kliennya, sebagai bagian dari upaya Bomba Grup mengambil alih lahan tambang.
Khairul Anam berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Merugikan Warga, Izin Tambang Ormas Agama Digugat ke Mahkamah Agung