TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau Sritex, mengajukan kasasi atas putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Semarang, Jawa Tengah. Langkah pengajuan kasasi ini diambil oleh Manajemen Sritex sebagai wujud tanggung jawab perusahaan terhadap kreditur, pelanggan, karyawan, serta pemasok.
"Kami menghormati putusan hukum tersebut dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait," tulis Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2024, seperti dikutip dari Antara.
Manajemen Sritex menyampaikan bahwa kasasi telah diajukan ke Mahkamah Agung (MA) pada Jumat pekan lalu, dengan harapan dapat menyelesaikan masalah pailit secara baik dan memastikan kepentingan para pemangku kepentingan terpenuhi.
Selama 58 tahun, Sritex telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, Manajemen Sritex menegaskan bahwa mereka telah memberikan kontribusi besar bagi tanah air.
Menurut Sritex, putusan pailit ini tidak hanya berdampak langsung pada 14.112 karyawan, tetapi juga mencakup sekitar 50 ribu pekerja secara keseluruhan, termasuk UMKM yang mendukung proses bisnis perusahaan.
"Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan," tulis Sritex.
Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang melalui putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh hakim ketua Moch Ansor pada Senin, 21 Oktober 2024.
Dalam putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan lalai memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada pemohon, meskipun sebelumnya telah sepakat untuk membayar sesuai putusan homologasi pada 25 Januari 2022.
Karena ketidakmampuan tersebut, hakim mencabut rencana perdamaian dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) bagi Sritex dan tiga anak usahanya. Dengan demikian, putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang No. 12/Pdt.Sus-PKPU.2021 PN.Niaga.Smg yang mengesahkan rencana perdamaian pada 25 Januari 2022 dinyatakan batal, dan Sritex bersama PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, serta PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan pailit.
Iklan
Sebelumnya, pada 19 April 2021, Sritex pernah digugat oleh kreditur lain, CV Prima Karya. Saat itu, Sritex diberi waktu 45 hari untuk melunasi kewajiban, dengan seorang hakim pengawas ditunjuk untuk mengawasi proses penundaan pembayaran.
“Menetapkan penundaan kewajiban PKPU sementara terhadap termohon PKPU I, PKPU II, PKPU III, dan PKPU IV untuk jangka waktu paling lama 45 hari sejak dikeluarkannya putusan ini,” seperti dikutip dari Putusan PN Semarang Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Manajemen Sritex mengakui penurunan signifikan dalam pendapatan perusahaan, yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan persaingan ketat di industri global. Pernyataan ini diberikan setelah bursa efek mengirim surat pada 21 Juni 2024 terkait rumor kebangkrutan perusahaan, yang kemudian dibantah oleh Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, yang menegaskan bahwa Sritex masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit.
Menurut Welly, selain dampak pandemi dan persaingan, pendapatan Sritex juga terdampak oleh gangguan rantai pasok akibat konflik geopolitik, termasuk perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, yang menyebabkan penurunan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, masuknya tekstil murah dari Cina yang dijual dengan praktik dumping, terutama ke negara-negara seperti Indonesia yang tidak menerapkan hambatan tarif, turut memengaruhi pendapatan perusahaan.
PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) memberikan klarifikasi terkait utang terhadap PT Indo Bharat Rayon (IBR), yang menggugatnya di Pengadilan Niaga Semarang. Berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian per 30 Juni 2024, Sritex menyatakan memiliki utang sebesar Rp100,3 miliar kepada IBR, yang mencakup 0,38 persen dari total liabilitas perusahaan.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, menjelaskan bahwa IBR merupakan salah satu kreditur utang dagang perusahaan. Menurut Welly, IBR merasa belum menerima kewajiban yang seharusnya diterima dari Grup Sritex sesuai Putusan Homologasi sejak Juli 2023.
MYESHA FATINA RACHMAN I GRACE GANDHI I HAMMAM IZZUDIN I MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan editor: Sritex Tetap Beroperasi Meski Terus Merugi, Berikut Daftar Utang Perseroan ke 28 Bank