JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ajakan Presiden Prabowo Subianto untuk berdialog dengan para pengkritiknya tak langsung disambut antusias. Rocky Gerung, salah satu tokoh yang disebut namanya secara langsung oleh Prabowo, justru merespons sinis.
“Entar gue lihat jadwal naik gunung gue,” kata Rocky kepada wartawan, seolah menunjukkan bahwa ajakan tersebut tak dianggap serius.
Rocky juga menyentil tudingan bahwa gerakan Indonesia Gelap didanai oleh kekuatan asing. “Indonesia Gelap itu paskabayar. Kalau asing, prabayar,” sindirnya.
Sementara itu, Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, menyatakan pihaknya tidak menolak dialog. Namun, ia memberi catatan keras agar ruang diskusi tidak menjadi monolog kekuasaan.
“Jangan sampai ruang dialog hanya menjadi ruang pencitraan. Kalau mau berdialog, ya harus jujur dan berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Wacana dialog ini pertama kali dilontarkan Prabowo dalam berbagai kesempatan, mulai dari siaran di TVRI hingga wawancara terbatas di Hambalang. Ia menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan para tokoh yang selama ini dikenal vokal mengkritik pemerintah, terutama mereka yang melabeli situasi Indonesia sebagai “Indonesia Gelap.”
“Saya juga mau dialog. Saya mau ketemu lah, sama siapa. Mari kita bahas. Mungkin tidak usah di publik. Tokoh-tokoh yang Indonesia Gelap. Indonesia Gelap maksudnya? Oke, kalau memang Indonesia gelap, mari kita kerja supaya Indonesia tidak gelap. Iya kan? Kok Indonesia gelap?” ujar Prabowo dengan nada bertanya.
Ia bahkan menyinggung dua nama secara spesifik: Refly Harun dan Rocky Gerung. “Saya mau kirim lah nanti ke Refly Harun atau ke siapa, Rocky Gerung. Tell me what is wrong,” katanya.
Namun, publik justru menaruh curiga. Apakah ini benar bentuk keterbukaan terhadap kritik, atau sekadar manuver politik untuk meredam tekanan moral dari kelompok masyarakat sipil, mahasiswa, dan netizen yang makin vokal?
Dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, 8 April 2025, Prabowo tampak heran terhadap kritik yang menyebut Indonesia dalam kondisi gelap.
“Kalau dia merasa gelap ya itu hak dia. Tapi kalau saya bangun pagi saya lihat Indonesia cerah. Iya kan?” ujarnya dengan santai.
Pernyataan itu menuai kritik karena dinilai mencerminkan pemimpin yang jauh dari realitas rakyat. Di tengah antrean elpiji 3 kilogram, harga bahan pokok yang meroket, dan layanan publik yang amburadul, pernyataan Prabowo seolah menutup mata terhadap fakta-fakta di lapangan.
Salah satu program yang paling banyak dikritik adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digadang-gadang menyedot anggaran hingga triliunan rupiah. Banyak pihak khawatir program ini salah sasaran dan lebih kental nuansa politik ketimbang kepentingan rakyat.
“Kalau saya mau kasih makan ke anak yang lapar, what is wrong with that?” kata Prabowo membela diri.
Namun, yang dipermasalahkan bukan niat memberi makan, melainkan eksekusi program yang dianggap tidak berdasarkan analisis kebijakan yang matang. Data dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan potensi kebocoran anggaran hingga puluhan triliun rupiah.
Gerakan Indonesia Gelap sendiri muncul dari keresahan terhadap arah kekuasaan yang dianggap makin otoriter, bangkitnya kembali wajah militerisme dalam birokrasi sipil, serta kebijakan yang dinilai terburu-buru dan sembrono. Bagi para pengusung gerakan ini, kritik adalah bentuk cinta terhadap negeri—bukan sekadar oposan politik.
Jika Prabowo serius ingin berdialog, maka langkah pertama yang harus dilakukan bukan sekadar mengirim surat atau mengundang makan malam. Ia harus membuktikan bahwa ia benar-benar mau mendengar, bukan membungkam.