Truk ODOL Kerap Jadi Penyebab Kecelakaan tapi Tak Kunjung Ditertibkan, Menteri PU: Dilematis

4 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyebut masalah kendaraan over dimension over load (ODOL) alias kendaraan bermuatan berlebih sebagai persoalan kompleks.

Kendaraan ODOL sering menjadi penyebab kecelakaan.  Peristiwa teranyar terjadi di Gerbang Tol (GT) Ciawi 2 pada Selasa malam, 4 Februari 2025, ketika truk bermuatan galon mengalami rem blong. Akibatnya, truk hilang kendali dan menyeruduk lima kendaraan yang tengah bertransaksi di GT. 

“ODOL ini suatu permasalahan yang dilematis,” kata Dody saat meninjau GT Ciawi 2 pada Rabu, 5 Februari 2025. Ia berujar, masalah ini bukan hanya menjadi PR bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan, tetapi mencakup institusi lain di sektor ekonomi.

Menurut Dody, menerapkan pelarangan operasional kendaraan ODOL bukan persoalan mudah. Sebab, bila ODOL dilarang, akan  berdampak pada terjadinya inflasi atau kenaikan biaya logistik. Namun saat dibiarkan, menimbulkan masalah kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas. 

“Dari segi kerusakan jalan misalnya, biaya preservasi yang dianggarkan setahun sebanyak lima kali, tetapi karena ODOL jadi ada penambahan biaya. Begitu pun dengan jalan nasional, kami mengalami hal yang sama,” kata Dody. 

Dody mengklaim pemerintah sedang berupaya mencari titik keseimbangan agar ODOL bisa ditertibkan tapi dampaknya tidak signifikan. “Kami harapkan, ODOL berkurang tetapi biaya-biaya tidak perlu naik tinggi, inflasi terjaga, dan biaya preservasi jalan juga tidak mengalami kenaikan,” tuturnya.

Sebagai informasi, kecelakaan beruntun di GT Ciawi 2 menyebabkan 8 korban meninggal dan belasan lainnya luka-luka. Peristiwa ini juga membuat gerbang tol rusak.  “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, kita semua turut berduka cita atas kejadian yang tidak terbayangkan dapat terjadi ini,” tutur Dody.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas. Rendahnya kompetensi pengemudi serta kondisi kendaraan yang kurang terawat disinyalir menjadi penyebab. Persoalan lainnya, pengawasan pemerintah terhadap operasional angkutan barang yang belum maksimal.

“Sudah saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana, tidak hanya bertindak secara reaktif dengan berteriak ketika ada masalah, lupa saat masalah lewat, lalu kembali teriak saat muncul masalah lagi,” kata Djoko melalui keterangan tertulis, Minggu, 5 Januari 2025. “Pemerintah harus bertanggung jawab.”

Menurut dia, kecelakaan truk di jalan tol terus terjadi karena tidak ada upaya penanganan pemerintah. Ia juga mengatakan kecelakaan ini terjadi karena masalah manajemen pengelolaan angkutan logistik di Indonesia. “Selama tidak ditangani sungguh-sungguh, kecelakaan serupa akan terus terjadi. Tinggal kapan dan di lokasi tol mana terjadi,” katanya. 

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Elba Damhuri mengatakan sudah ada payung  hukum yang mengatur perkara kendaraan ODOL. Regulasi tersebut, yakni  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Beleid-beleid itu mengatur tentang batasan muatan dan dimensi kendaraan.

Aturan mengenai ODOL  juga terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penetapan Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.

“Kementerian Perhubungan memiliki Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang melaksanakan tugas pengawasan muatan barang, untuk mengimplementasikan aturan tersebut,” kata Elba melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Kamis, 26 Desember 2024.

Dari hasil pengawasan tersebut, Elba mengklaim pelanggaran kendaraan barang turun sebesar 24,93 persen. Adapun sepanjang 2017-2024, kata dia, pelanggaran tertinggi terdapat pelanggaran daya angkut, yakni mencapai 57,55 persen.

Pilihan Editor: Donald Trump Tutup USAID, Airlangga: Tak Ada Proyek yang Relatif Besar

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |