Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST014 di Semarang, Jawa Tengah, Senin (14/4/2025). Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat sebesar 157,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS), meningkat dibandingkan posisi pada akhir Februari 2025 sebesar 154,5 miliar dolar AS. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
(Beritadaerah-Jakarta) Di tengah ketegangan perdagangan internasional yang semakin pelik serta bayang-bayang ketidakpastian global, Bank Indonesia (BI) dinilai perlu mengambil inisiatif kebijakan yang lebih akomodatif guna menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi nasional.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai bahwa penyesuaian suku bunga sebaiknya kembali menjadi agenda penting dalam Rapat Dewan Gubernur BI bulan April 2025 ini.
Menurutnya, dinamika perang dagang global bukanlah fenomena sesaat. “Kita perlu melihat ini sebagai perubahan struktural yang dapat berlangsung lama. Oleh karena itu, instrumen kebijakan moneter harus lebih fleksibel dan responsif,” ujar Fakhrul kepada InfoPublik, Selasa (22/4/2025).
Ia menambahkan, dengan inflasi saat ini yang berada di bawah target BI (2,5 persen ± 1 persen), terdapat ruang untuk melakukan pelonggaran suku bunga. Potensi perlambatan ekonomi akibat tekanan eksternal menjadi faktor penentu perlunya suntikan stimulus tambahan.
“Situasi saat ini membuka peluang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebagai cara memperkuat arah pemulihan ekonomi,” jelasnya.
Fakhrul juga menyoroti nilai tukar rupiah yang berada di level Rp16.800 per dolar AS sebagai kondisi “overshoot” atau pelemahan berlebihan. Namun ia mengingatkan, kondisi ini seharusnya tidak disikapi dengan kepanikan, melainkan dijadikan kesempatan untuk memperkuat ekspor dan daya saing industri domestik, khususnya dari sektor berbasis sumber daya alam.
Lebih lanjut, ia mengatakan dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi kini relatif terbatas. Pasalnya, mayoritas utang dalam sistem keuangan nasional dilakukan dalam denominasi rupiah, sehingga risiko eksternal dapat lebih dikendalikan.
“Pelemahan rupiah jangan dianggap sebagai ancaman. Justru bisa dimanfaatkan sebagai alat strategis untuk mendorong produktivitas industri nasional,” tutup Fakhrul.