(Beritadaerah-Jakarta) Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2025 menyusut menjadi 427,2 miliar dolar AS. Angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 427,9 miliar dolar AS. Penurunan ini mencerminkan tata kelola utang yang lebih disiplin di tengah dinamika pasar keuangan global.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, laju pertumbuhan ULN secara tahunan juga mengalami perlambatan, dari 5,3 persen pada Januari menjadi 4,7 persen pada Februari 2025 (yoy).
“Perlambatan ini dipicu oleh berkurangnya pertumbuhan utang sektor publik serta kontraksi yang terjadi pada sektor swasta,” ujar Ramdan dalam pernyataan tertulis, Minggu (20/4/2025).
ULN pemerintah mengalami sedikit penurunan dari 204,8 miliar dolar AS menjadi 204,7 miliar dolar AS. Pertumbuhan tahunan juga melandai menjadi 5,1 persen. Kondisi ini disebabkan oleh alih alokasi dana dari investor asing yang semula berada di Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen lain, menyusul ketidakpastian pasar global.
Meski begitu, pemerintah tetap menunjukkan komitmen terhadap kredibilitas fiskal dengan memenuhi kewajiban pembayaran utang secara tepat waktu. Menariknya, hampir seluruh ULN pemerintah (99,9 persen) memiliki tenor jangka panjang dan digunakan untuk pembiayaan sektor-sektor prioritas seperti layanan kesehatan (22,6 persen), administrasi pemerintahan (17,8 persen), serta pendidikan (16,6 persen).
Di sisi swasta, total ULN tercatat stabil di angka 194,8 miliar dolar AS, namun mengalami kontraksi pertumbuhan lebih dalam menjadi -1,6 persen (yoy). Penurunan ini terjadi baik di lembaga keuangan (-2,2 persen yoy) maupun di korporasi non-keuangan (-1,5 persen yoy). Sebagian besar utang swasta berada pada sektor industri pengolahan, jasa keuangan, serta kelistrikan dan gas, yang secara kumulatif menyumbang 79,6 persen dari total ULN swasta.
“Struktur utang kita tetap dalam kondisi aman. Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menyusut menjadi 30,2 persen, dan 84,7 persen di antaranya adalah utang jangka panjang,” tegas Ramdan.
BI bersama pemerintah terus memperkuat koordinasi dan pengawasan terhadap perkembangan ULN. Tujuannya adalah memastikan keberlanjutan pembiayaan pembangunan nasional sekaligus menjaga stabilitas perekonomian jangka panjang.