TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menargetkan kemandirian atau swasembada energi Indonesia tercapai dalam waktu tidak lama. Kepala negara mengatakan swasembada energi itu akan terlihat dalam kurun lima tahun, di mana pemerintah tak lagi mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Saya percaya dalam waktu yang tidak lama kita tidak akan impor BBM lagi dari luar. Saya punya keyakinan dalam lima tahun kita akan tidak impor BBM lagi,” katanya, dipantau melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Prabowo itu mengundang tanya, benarkah Indonesia bisa swasembada energi dan tak lagi impor BBM dalam lima tahun ke depan? Bagaimana caranya?
Prabowo menyampaikan keyakinannya itu saat meresmikan 37 proyek strategis ketenagalistrikan nasional, yang mencakup 26 pembangkit listrik dan 11 transmisi serta gardu induk di 18 Provinsi. Peresmian dipusatkan di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.
Adapun Prabowo yakin Indonesia tidak akan impor BBM dalam waktu lima tahun ke depan seiring dengan upaya pemerintah mewujudkan swasembada energi. Salah satunya dengan dibangunnya puluhan proyek PLTA tersebut. Proyek ini diklaim akan menghasilkan energi sebesar 3,2 gigawatt listrik.
“Mungkin perlu diverifikasi ini proyek energi terbesar di dunia mungkin yang kita resmikan 3,2 gigawatt sekaligus. Tentu saja ini adalah hasil karya seluruh bangsa Indonesia, hasil kerja keras putra-putri bangsa dari semua instansi, semua institusi dan lembaga,” kata Prabowo.
Janji Prabowo capai swasembada energi lewat bahan bakar nabati
Janji Prabowo ihwal swasembada energi itu disampaikannya saat maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Kala itu, saat berbicara di acara Dialog Publik di Universitas Muhammadiyah Surabaya pada November 2023, Ketua Umum Partai Gerindra itu berujar, jika menjadi presiden dia akan menghentikan impor BBM.
“Kita harus swasembada pangan, swasembada air, swasembada energi. Kita satu-satunya negara di dunia yang nanti 100 persen dari biofuel, dari sawit, jagung, dan tebu. Kita tidak akan impor BBM lagi,” tutur Prabowo, Jumat, 24 November 2023.
Kandidat yang diusung Koalisi Indonesia Maju atau KIM itu yakin, visi pemerintahannya akan menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang sepenuhnya mengandalkan biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) dalam konsumsi BBM-nya, yang diproduksi dari sumber energi hijau seperti kelapa sawit, jagung, dan tebu.
Dengan mengadopsi biofuel sebagai langkah strategis, Prabowo dan pendampingnya, Gibran Rakabuming Raka, bertujuan tidak hanya mengakhiri ketergantungan pada impor BBM, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan dan memperkukuh kemandirian nasional di sektor energi.
“Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru,” seperti yang dikutip tentang konsep swasembada dalam poin nomor dua Misi Asta Cita Prabowo-Gibran.
Setelah gelaran Pilpres berlalu dan sejumlah lembaga sigi menunjukkan peluang Prabowo-Gibran menang satu putaran, Menteri Pertahanan itu kembali menyampaikan visi swasembada energi ketika orasi ilmiah saat Wisuda Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) di Bandung, Jawa Barat, pada Februari 2024.
“Nanti kita bukan lagi ambil minyak dari tanah terus habis, gas dari tanah habis. Selama ada matahari dan selama ada hujan, tiap tahun kita bisa panen solar (surya). Banyak negara iri sama Indonesia,” kata Prabowo pada Kamis, 29 Februari 2024.
Dalam kesempatan itu, Prabowo mengatakan bahwa energi terbarukan yang bersumber dari tanaman sangat baik karena tidak membuat polusi. Selain itu, bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang tidak ramah lingkungan. Ia yakin dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia mampu menghentikan impor bahan bakar dari luar negeri.
“Kita sudah bisa bikin B100, artinya biodiesel dari kelapa sawit 100 persen. Bisa kita bayangkan, enggak? Kita tidak akan impor lagi solar dari luar negeri, karena kita punya produksi kelapa sawit sekarang 48 juta ton,” katanya.
Lebih jauh, Prabowo kala itu juga optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada energi terbarukan dalam waktu relatif singkat. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam hal transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan. “Artinya, nanti BBM kita akan ramah lingkungan, tidak ada polusi, dan terbarukan,” kata Prabowo.
Kata pengamat soal janji Prabowo swasembada energi lewat bahan bakar nabati
Janji Prabowo capai swasembada energi dan menghentikan impor BBM itu sempat ditanggapi Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Janji Prabowo itu disebut sulit diwujudkan mengingat impor BBM di Tanah Air sangat besar. Bhima mencatat per Januari sampai Oktober 2023 saja, Indonesia mengimpor BBM sampai US$ 16,8 miliar.
“Itu angka yang cukup fantastis, sangat besar. Jadi menggantikan itu tidak bisa dalam 5 tahun ke depan,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Ahad malam, 26 November 2023.
Bhima menilai upaya pemerintah berambisi mengganti BBM dengan bahan bakar nabati dapat menimbulkan masalah baru. Ia merujuk pada kejadian tahun lalu, saat pemerintah berambisi mendorong biodiesel B35. Langkah tersebut, ujar dia, menyebabkan adanya tarik menarik yang berbahaya antara kebutuhan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk BBN dengan keperluan pangan.
“Langkah itu harus benar-benar diatur agar tidak menimbulkan tarik menarik kebutuhan masyarakat akan harga pangan yang stabil, harga minyak goreng dan gula yang stabil,” tutur Bhima. “Karena itu apabila pemerintah mengejar bauran energi terbarukan dari biodiesel yang semakin besar, dikhawatirkan akan memicu harga pangan ke depannya.”
Di sisi lain, Bhima juga menyoroti soal kemungkinan banyaknya proyek pembukaan lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan penanaman tanaman energi itu. Menurutnya, kebijakan itu akan sangat berdampak pada deforestasi. Penghitungan emisi yang harus dipertimbangkan pemerintah bukan hanya dari peralihan dari BBM ke biodiesel. Melainkan emisi yang dihasilkan dari seluruh rantai pasok itu.
“Sebab ketika terjadi deforestasi untuk mendorong bauran biodiesel yang lebih tinggi, maka emisinya juga relatif tinggi. Meskipun lebih rendah dari BBM, tapi prosesnya itu pun harus diperhatikan,” ujar Bhima.
Cara pemerintah capai swasembada energi
Beberapa waktu lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan swasembada energi akan dicapai dengan mendorong bauran energi baru terbarukan, terutama melalui peningkatan komposisi pencampuran sawit dalam biodiesel hingga 60 persen atau B60.
Sebelumnya Indonesia telah mengaplikasikan program B35. Kemudian per 1 Januari 2025, pemerintah mulai menjalankan program mandatori B40. Bahlil yakin Indonesia bisa terus meningkatkan kadar BBN hingga 60 persen. Sebab, ia menilai CPO cukup untuk memenuhi target tersebut.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga optimistis bisa terus menambah jumlah produksi biodiesel sawit. Sejauh ini Kementerian Pertanian baru merancang program B50, belum sampai B60. Ia memastikan, secara bertahap, program B40 akan berjalan pada awal 2025. Kemudian program B50 paling lambat pada 2026.
Berdasarkan klaim Amran, produksi CPO di Tanah Air mencapai 46 juta ton dalam satu tahun. Sedangkan kebutuhan CPO dalam negeri 20 juta ton. Sisanya, sebanyak 26 juta ton, diekspor. Volume ekspor ini akan dikurangi untuk memenuhi mandatori B50 yang membutuhkan 5,3 juta ton CPO.
“Enggak masalah kita potong ekspor. Tinggal negara mana pasti akan rewel sedikit,” katanya di kantornya, Selasa, 22 Oktober 2024.
Dampak penggunaan minyak sawit untuk BBN
Menurut pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, swasembada energi dengan biodiesel dari sawit dapat menguntungkan. Terutama dalam konteks mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Makin tinggi pencampuran bahan bakunya, makin berkurang impor BBM.
Tapi, menurut dia, tantangannya adalah stabilitas harga sawit. Apabila harga CPO di pasar internasional lebih tinggi daripada harga sawit setelah diolah menjadi biodiesel, produsen akan memilih untuk mengekspor. Karena itu pemerintah harus mampu menjaga stabilitas harga sawit nasional agar tetap menguntungkan produsen.
“Selain itu, harus ada komitmen membangun ekosistem yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar manfaat ekonominya lebih luas,” katanya.
Persoalan harga CPO pun menjadi sorotan produsen. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengatakan pemerintah tidak boleh gegabah dalam menjalankan program biodiesel. Selain berdampak pada profit produsen, Eddy khawatir harga minyak nabati dunia akan melonjak apabila pemerintah memangkas ekspor CPO.
“Pada akhirnya berdampak pada inflasi, seiring dengan mahalnya segala produk berbahan sawit,” katanya di kantornya, Selasa, 22 Oktober 2024
Berdasarkan penghitungan Gapki, ekspor CPO akan berkurang 2 juta ton ketika program B40 terealisasi. Kemudian ekspor akan menurun 6 juta ton untuk mengimplementasikan B50. Jika mengejar program B60, ia memperkirakan ekspor CPO terpangkas hingga 10 juta ton.
“Anjloknya ekspor CPO demi program biodiesel juga berdampak pada penurunan pendapatan negara. Sebab, sejak 2023, ekspor CPO menghasilkan devisa terbesar kedua setelah batu bara, yaitu Rp 600 triliun,” katanya.
Di lain pihak, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendukung program B60 sebagai bentuk penghiliran produk berbasis sawit. Kepala Departemen Advokasi SPKS Marselinus Andry mengatakan pemerintah harus melibatkan petani dalam penyediaan bahan baku biodiesel.
“Dengan begitu, petani juga mendapat manfaat program dan terintegrasi dalam rantai pasok,” katanya.
Dibayangi seabrek risiko
Marselinus juga menyarankan pemerintah mempertimbangkan bahan baku lain, seperti minyak bekas atau used cooking oil. Penetapan proporsi campuran bahan baku ini penting untuk menghindari dampak negatif, seperti pembukaan lahan besar-besaran yang menyebabkan deforestasi.
Risiko terjadinya pembukaan lahan hutan besar-besaran ini diungkapkan juga oleh Rektor Institute Pertanian Bogor, Arif Satria. Untuk merealisasi program B50 saja, Arif memperkirakan ada pembukaan lahan perkebunan sawit baru seluas 9,2 juta hektare. Hal ini akan menyebabkan hilangnya cadangan karbon dan merusak biodiversitas.
Selain itu, Arif memperingatkan bahwa pengembangan B50 berpotensi meningkatkan risiko kelangkaan stok minyak goreng. Produsen akan cenderung menyalurkan CPO ke pabrik biodiesel karena tergiur insentif. Dampaknya, kebijakan Prabowo justru akan menyebabkan harga minyak goreng bakal melambung.
Riani Sanusi Putri, Adinda Jasmine, Hendrik Yaputra, Riri Rahayu, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.