TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) merilis daftar hambatan perdagangan yang dialami 59 negara di dunia terhadap AS. Daftar-daftar negara tersebut tercantum dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada Senin, 31 Maret 2025.
Dalam laporan setebal 397 lembar itu, USTR menjabarkan 14 kategori yang dapat memicu ketegangan hubungan dagang antarnegara dengan Amerika Serikat, mulai dari kebijakan impor, ketenagakerjaan, subsidi, lingkungan, hingga kebersihan. Adapun negara-negara yang menjadi sorotan tersebar di berbagai benua, termasuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Maraknya korupsi merupakan keluhan yang terus-menerus datang dari perusahaan-perusahaan AS yang berdagang atau berinvestasi di negara-negara lain. Korupsi muncul dalam berbagai bentuk serta mempengaruhi perdagangan dan pembangunan dengan berbagai cara,” tulis USTR dalam pembukaan laporannya.
Selain itu, USTR juga menjelaskan sejumlah dampak hambatan asing terhadap perdagangan Amerika Serikat. Mereka menilai hambatan perdagangan atau praktik distorsi perdagangan lainnya mempengaruhi ekspor AS ke pasar luar negeri, karena secara efektif mengenakan biaya pada ekspor yang tidak dikenakan pada barang yang diproduksi di pasar impor.
“Praktik perdagangan yang tidak adil ini melemahkan daya saing eksportir AS. Dalam beberapa kasus, ada yang mencegah barang AS memasuki pasar luar negeri sepenuhnya,” kata USTR. Lantas, negara mana sajakah yang masuk dalam daftar?
Daftar Negara yang Disebut AS sebagai Penghambat Perdagangan
Berikut 59 negara mitra perdagangan AS yang dituding mempunyai sejumlah kebijakan yang menghambat praktik perdagangan antarnegara:
- Algeria
- Angola
- Liga Arab, yang terdiri atas Otoritas Palestina dan negara-negara yang terdiri atas Aljazair, Bahrain, Komoro, Djibouti, Mesir, Irak, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Mauritania, Maroko, Oman, Qatar, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab (UEA), dan Yaman.
- Argentina
- Australia
- Bangladesh
- Bolivia
- Brasil
- Brunei Darussalam
- Kamboja
- Kanada
- Cile
- Cina
- Kolombia
- Kosta Rika
- Pantai Gading
- Republik Dominika
- Ekuador
- Mesir
- El Savador
- Ethiopia
- Uni Eropa
- Ghana
- Guatemala
- Dewan Kerja Sama Teluk atau Gulf Cooperation Council (GCC) yang terdiri atas Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan UEA
- Honduras
- Hong Kong
- India
- Indonesia
- Israel
- Jepang
- Yordania
- Kenya
- Korea Selatan
- Laos
- Malaysia
- Meksiko
- Maroko
- Selandia Baru
- Nikaragua
- Nigeria
- Norwegia
- Pakistan
- Panama
- Paraguay
- Peru
- Filipina
- Rusia
- Singapura
- Afrika Selatan
- Swiss
- Taiwan
- Thailand
- Tunisia
- Turki
- Ukraina
- Inggris
- Uruguay
- Vietnam
Pada bagian lampiran dalam laporan yang sama, USTR juga memaparkan laporan tentang kemajuan AS dalam mengurangi hambatan terkait perdagangan terhadap ekspor teknologi pengurangan intensitas gas rumah kaca. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Kebijakan Energi Tahun 2025.
“Sebagaimana dijelaskan dalam laporan GHGIRT Tahun 2006, satu hambatan terhadap ekspor GHGIRT secara umum serupa dengan hambatan yang diidentifikasi dalam laporan NTE sehubungan dengan ekspor lain ke 25 negara berkembang. Misalnya, kurangnya transparansi regulasi dan infrastruktur hukum yang kuat; sektor minyak dan energi yang dikendalikan negara …” tulis USTR.