KPAI Temukan Anak-anak Peserta Pendidikan Karakter Pancawaluya Alami Kelelahan

8 hours ago 7

Barak menginap di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 7 Mei 2025 | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya kelelahan pada anak-anak peserta program pendidikan karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa. Program yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ini melibatkan metode pendidikan ala militer, dengan menempatkan para siswa di barak militer selama masa pelatihan.

Temuan itu didapat dari hasil asesmen dan pengawasan langsung KPAI di dua lokasi pelaksanaan program, yakni Rindam III Siliwangi di Bandung Barat dan Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta. Dalam proses pengawasan, KPAI melakukan dialog tertutup dengan siswa serta menyebarkan kuesioner untuk mengetahui pengalaman mereka selama mengikuti kegiatan.

“Anak-anak tampak lelah. Saat mengikuti materi, ada yang mengantuk, tidak fokus, bahkan asyik berbicara dengan temannya,” ujar Komisioner KPAI Aris Adi Leksono, Senin (12/5/2025). Meski tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik, Aris menegaskan bahwa aspek kenyamanan dan kesiapan mental anak-anak harus menjadi perhatian utama.

Sejumlah siswa, lanjut Aris, juga menyampaikan ketidaknyamanan hingga memutuskan keluar dari program. Mereka mengaku mengikuti pelatihan ini atas rekomendasi guru Bimbingan Konseling (BK), namun merasa tidak betah dan lebih memilih kembali belajar di sekolah. Ada pula yang mencoba meninggalkan lokasi pelatihan dengan alasan ingin membeli makanan ringan.

KPAI menekankan bahwa pendidikan karakter seharusnya mengedepankan pendekatan yang ramah anak, bebas dari kekerasan maupun diskriminasi, serta mampu menjamin tumbuh kembang anak secara optimal. “Kami menghargai semangat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam membentuk karakter anak. Tapi pendekatannya harus selaras dengan prinsip perlindungan anak,” tegas Aris.

Menurutnya, pendekatan disiplin memang penting untuk membentuk sikap dan perilaku. Namun tanpa dukungan dari ekosistem yang sehat—seperti keterlibatan keluarga, layanan konseling, dan lingkungan sosial yang suportif—perubahan perilaku tidak akan berkelanjutan.

Dalam pengawasan ini, KPAI juga menyoroti soal proses pemilihan peserta. Menurut Aris, penentuan anak yang disebut membutuhkan perlindungan khusus sebaiknya tidak semata-mata mengandalkan rekomendasi guru BK. “Perlu asesmen psikolog profesional agar tidak salah sasaran. Ini penting untuk melindungi hak-hak anak,” ujarnya.

KPAI merekomendasikan agar program Pancawaluya dievaluasi secara menyeluruh, terutama terkait regulasi, standar pelaksanaan, serta pelibatan tenaga profesional dalam proses seleksi dan pendampingan anak.

Pengawasan yang dilakukan KPAI ini merupakan bagian dari mandat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Lembaga tersebut menegaskan komitmennya untuk terus memantau program-program pendidikan anak agar sejalan dengan prinsip perlindungan anak dan mendukung terwujudnya generasi emas Indonesia 2045.

www.tempo.co

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |