Warisan Buddha Tertua di Yogyakarta Itu Bernama Candi Kalasan

9 hours ago 7

Candi KalasanCandi Kalasan, candi Buddha tertua di Yogyakarta yang menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Syailendra pada abad ke-8 Masehi | tribunnews

SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Candi Kalasan yang terletak di Kalurahan Tirtomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Syailendra pada abad ke-8 Masehi. Namun kini, candi Buddha tertua di Yogyakarta itu mulai terpinggirkan dari perhatian publik, kalah gaungnya  dari candi-candi lain di sekitarnya.

Bangunan candi yang berdiri di tepi Jalan Solo-Yogyakarta ini merupakan hasil karya arsitektur tinggi masa klasik. Candi ini dibangun berdasarkan Prasasti Kalasan bertahun 778 Masehi yang ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta. Prasasti itu menyebutkan bahwa Candi Kalasan dibangun atas permintaan para pendeta untuk memuliakan Dewi Tara.

Dalam bukunya  Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Prof. Dr. R. Soekmono menjelaskan Prasasti Kalasan mencatat bahwa Maharaja Tejapurnapana Panangkarana dari Dinasti Syailendra membangun vihara untuk Dewi Tara serta mendirikan biara bagi para bhiksu.

Meski usianya lebih dari 1.200 tahun, sisa keindahan Candi Kalasan masih dapat dilihat dari relief dan pahatan batu yang memuat motif-motif khas Buddha Mahayana. Salah satu keistimewaan Candi Kalasan adalah penggunaan lapisan vajralepa, semacam plester kuno yang diklaim mampu melindungi candi dari pelapukan.

Djoko Dwiyanto dalam buku  Masa Hindu-Buddha di Indonesia bahkan menyebut lapisan vajralepa tersebut menjadi ciri khas Candi Kalasan dan membedakannya dari candi-candi lain di Jawa Tengah.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, keberadaan Candi Kalasan semakin terabaikan. Lingkungannya kurang terawat dan informasi bagi pengunjung masih minim. Bahkan tidak sedikit warga sekitar yang belum mengetahui sejarah penting candi ini sebagai pusat kegiatan spiritual umat Buddha pada masa lalu.

Pemerintah setempat sebenarnya telah melakukan berbagai upaya konservasi. Namun belum cukup kuat untuk mengangkat kembali pamor Candi Kalasan ke publik yang lebih luas. Para pemerhati sejarah pun berharap agar Candi Kalasan tidak hanya dijaga fisiknya, tapi juga dihidupkan kembali narasi sejarahnya.

Dr. Agus Aris Munandar, dalam wawancara tahun 2020 yang dimuat dalam Majalah Arkeologi Indonesia menjelaskan bahwa Candi Kalasan semestinya menjadi ruang edukasi dan kontemplasi.

“Jangan sampai warisan budaya setua dan sepenting ini lenyap dari memori kolektif kita,” ujar sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebt, ketika itu.

Kini, Candi Kalasan masih berdiri tegak di antara padatnya arus lalu lintas di Jalan Yogyakarta-Solo, seolah menunggu untuk kembali diperhatikan. Ia bukan sekadar batu tua, melainkan jejak agung peradaban yang telah memberi warna pada sejarah Nusantara.

Meski merupakan salah satu candi Buddha tertua di Jawa, Candi Kalasan tidak difungsikan secara aktif dalam perayaan Hari Raya Waisak sebagaimana Candi Mendut, Pawon, dan Borobudur. Lokasi Candi Kalasan yang terletak di luar garis prosesi suci Waisak, konon  menjadi salah satu alasan utama.

Selain itu, sejak lama candi ini lebih diperlakukan sebagai situs arkeologis dan tidak dijadikan tempat ibadah rutin oleh umat Buddha. Fungsi religiusnya telah lama bergeser menjadi nilai historis dan kebudayaan.

Dalam bukunya Candi Kalasan: Arsitektur dan Sejarahnya, arkeolog R. Soekmono menyebut bahwa Candi Kalasan dibangun pada abad ke-8 sebagai penghormatan kepada Dewi Tara dan menjadi tonggak awal perkembangan Buddhisme Mahayana di Jawa. Namun, ia menegaskan bahwa, “Kalasan, meskipun penting sebagai monumen awal Buddhisme Mahayana di Jawa, kini tidak lagi digunakan secara ritual, melainkan dijaga sebagai warisan arkeologi.” Karena itu, dalam konteks Waisak, Candi Kalasan lebih dikenang sebagai lambang kejayaan masa lalu daripada tempat pelaksanaan ibadah. [Redaksi]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |