Mengenal Prasasti Pucangan yang Jadi Target Repatriasi Kementerian Kebudayaan

5 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan bahwa pemerintah akan menggencarkan rencana-rencana untuk mengambil kembali berbagai objek warisan budaya Indonesia yang berada di beberapa negara, salah satunya adalah Prasasti Pucangan yang kini berada India. Lantas bagaimana kah detail dari prasasti Pucangan itu?

“Kami harap kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India nanti akan menyampaikan antara lain pengembalian Prasasti Pucangan,” kata Fadli Zon di Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu 8 Januari 2025. Adapun Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan mengunjungi India pada 25-26 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadli juga mengatakan bahwa Prasasti Pucangan merupakan salah satu warisan penting bangsa Indonesia, pasalnya dalam prasasti tersebut terdapat silsilah Raja Airlangga Abad X.

Mengenal Prasasti Pucangan

Sebelumnya, Fadli Zon juga telah mengajukan permintaan repatriasi Prasasti Pucangan saat dirinya bertemu dengan Menteri Kebudayaan India Gajendra Singh Shekhawat di sela Pertemuan Menteri Kebudayaan G20 di Salvador da Bahia, Brasil, pada November lalu.

Dilansir dari Antara, dalam kesempatan itu, Fadli menjelaskan bahwa prasasti yang juga dikenal dengan ‘Airlangga Stone’ atau ‘Calcutta Stone' itu adalah prasasti abad ke-11 yang dibuat atas perintah Raja Airlangga, salah satu penguasa besar di Pulau Jawa saat itu, Medang-Kahuripan.

Prasasti yang diketahui terdiri dari dua bahasa, yaitu di bagian sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan bagian sisi belakang menggunakan bahasa Sansekerta ini, mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Jawa, khususnya saat pemerintahan Raja Airlangga dan tatanan politik serta keagamaan pada masa itu.

Dalam perkembangan di awal abad ke-19, prasasti ini ditemukan oleh Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris yang berkuasa di Jawa dari 1811 sampai 1816 yang kemudian dikirimkan ke India sebagai hadiah kepada Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India kala itu. Sejak itu, Prasasti Pucangan tetap berada di India dan kini disimpan di Indian Museum, Kolkata.

Dikutip dari laman unair.ac.id, Raja Airlangga yang dianggap sebagai pembaru dalam sejarah kehidupan jawa pada abad kesebelas Masehi, telah menerbitkan setidaknya 33 bukti sejarah, yang terdiri dari prasasti batu dan perunggu. 

Menurut Fikria Iwa Logika, Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, yang menggeluti sejarah Airlangga, diantara ke-33 bukti sejarah yang ada, Prasasti Pucangan adalah yang terpenting, karena memuat tentang riwayat hidup raja Airlangga.

“Prasasti Pucangan adalah yang paling penting, karena prasasti yang berangka tahun 1037 Masehi itu berisi tentang riwayat hidup Maharaja Airlangga yang paling lengkap” tutur mahasiswa pegiat Arkeologi tersebut, seperti dikutip Tempo pada Jumat, 10 Januari 2025.

Dengan membawa buku Nini Susanti berjudul Airlangga Biografi Raja Pembaharu Jawa Abad XI, Fikria menambahkan bahwa dalam prasasti Pucangan disebutkan Maharaja Airlangga adalah keturunan dari raja Mpu Sindok, pendiri Dinasti Isyana yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 929-948 Masehi.

“Walaupun bukan keturunan langsung, anak perempuan Mpu Sindok yaitu Sri Isyanatunggawijaya menikah dengan Srilokapala dan mempunyai anak sri Makutangwangsawardhana dan memiliki anak lagi Mahendradatta, Mahendradatta kemudian menikah dengan raja Udayana dari Bali dan di karuniai 3 anak laki laki, salah satunya Airlangga,” katanya. 

Pada usia 16 tahun, Raja Airlangga dikirim ke Jawa untuk dinikahkan dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh, bernama Galuh Sekar. Pada bagian Prasasti Pucangan yang berbahasa Sansekerta, disebutkan bahwa tidak lama setelah perayaan pernikahan Airlangga dengan Galuh Sekar, ibukota kerajaan diserang oleh Wurawari. Sehingga istana hancur dan dharmawangsa teguh meninggal dalam peperangan.

“Peristiwa itu dinamai Mahapralaya, dimana semua keturunan kerajaan habis pada malam itu, kecuali Airlangga dan pengikutnya Narottama yang berhasil menyelamatkan diri,”  ujarnya.

Setelah peristiwa tersebut, diperkirakan Maharaja Airlangga singgah dan bertapa di daerah Pucangan, mirip dengan nama Gunung Pucangan yang diketahui terletak di Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang. Menurut keterangan yang ada, Raja Airlangga tidak hanya bertapa, namun turut membuat prasasti pucangan untuk menuliskan kembali kisah pengembaraan beserta seluk-beluk silsilahnya.

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |