TEMPO.CO, Jakarta - Pakar kesehatan dunia kini mendorong penerapan konsep pengurangan risiko tembakau, atau yang disebut sebagai Tobacco Harm Reduction (THR) sebagai langkah pengurangan prevalensi rokok sehingga dapat menyelamatkan jutaan nyawa di masa depan.
"Itu mereka ungkap melalui organisasi kesehatan global, Global Health Consults dengan menerbitkan laporan penyelamatan jiwa (lives saved report)," kata Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) Assoc. Prof. Ronny Lesmana yang turut berkontribusi pada laporan tersebut, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025, sebagaimana dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ronny turut menjelaskan bahwa penerapan THR di beberapa negara dengan berpenghasilan tinggi, seperti Swedia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat telah membantu jutaan orang agar beralih dari rokok ke opsi alternatif yang lebih rendah risikonya.
"Pengguna THR di negara-negara ini sudah sadar akan dampak dan manfaat THR dalam membantu mereka berhenti merokok," kata dia.
Lebih lanjut, Ronny menyampaikan adanya penerapan THR ini dapat menyelamatkan hingga 4,6 juta nyawa pada tahun 2060, dengan jumlah penurunan kematian mencapai 123.000 juwa per tahunnya.
THR sendiri merupakan pendekatan yang dirancang untuk mengurangi dampak negatif baik dari segi kesehatan maupun sosial yang diakibatkan oleh kebiasaan atau penggunaan zat tertentu, termasuk konsumsi tembakau. Pendekatan ini berfokus pada upaya mengurangi risiko tanpa harus sepenuhnya menghentikan kebiasaan, melainkan dengan menyediakan alternatif yang lebih aman dan berisiko rendah bagi pengguna.
Dalam implementasinya, metode ini dilakukan dengan memperkenalkan produk-produk alternatif yang memiliki dampak kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan produk konvensional, seperti rokok. Langkah ini bertujuan untuk memberikan pilihan yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok sepenuhnya.
Kendati demikian, keberhasilan pendekatan ini tidak hanya bergantung pada ketersediaan produk alternatif, tetapi juga pada dukungan sistem kesehatan, termasuk layanan pengobatan yang lebih efektif untuk penyakit terkait tembakau, seperti kanker paru-paru.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi rokok yang sangat tinggi, menghadapi tantangan besar dalam mengatasi dampak negatif dari kebiasaan tersebut. Berdasarkan data yang dirilis oleh World Health Organization (WHO), Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi rokok tertinggi kedua di dunia, di mana sekitar 300.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok. Angka ini menunjukkan beban kesehatan yang sangat signifikan yang ditanggung oleh negara.
Selain itu, proyeksi ke depan menunjukkan situasi yang semakin memprihatinkan. Prevalensi perokok di Indonesia diperkirakan akan meningkat secara signifikan, dari 31,7 persen pada tahun 2000 menjadi 37,5 persen pada tahun 2025. Kenaikan ini menggambarkan perlunya intervensi yang lebih serius untuk mengendalikan dampak dari kebiasaan merokok, baik melalui pengurangan prevalensi perokok maupun dengan mempromosikan penggunaan produk alternatif rendah risiko.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia menempati peringkat kedua dalam konsumsi rokok tertinggi di dunia, dengan sekitar 300.000 kematian yang disebabkan oleh rokok setiap tahunnya. Selain itu, proyeksi menunjukkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia diperkirakan meningkat dari 31,7 persen pada tahun 2000 menjadi 37,5 persen pada tahun 2025.
Ronny berharap, adanya konsep THR ini dapat diterapkan dalam kebijakan publik di Indonesia yang berfokus pada kesehatan masyarakat.
"Alternatif yang lebih rendah risiko untuk mendorong peralihan, ataupun berhenti sama sekali patutnya mendapat perhatian lebih dari sisi kebijakan,” ujarnya .
Menanggapi hal ini, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Marantha Prof. Dr. Wahyu Widowati mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mengatur berbagai regulasi berbasis ilmiah dalam hal penanganan masalah perokok dengan lebih efektif.
Dia juga mendesak agar adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan produk alternatif rendah risiko ini dapat dilakukan untuk mendapat data yang lebih akurat dan valid, serta mendukung kebijakan pengendalian rokok menjadi lebih baik.
"THR ini menjadi alternatif yang baik untuk mendorong konsep pengurangan bahaya. Harus terus didorong penelitian yang lebih banyak agar semakin menggambarkan manfaat yang bisa diambil," kata Wahyu.