Pemberontak Kongo Kuasai Kota Goma, Kedutaan Besar Barat Diserang

1 day ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Para pemberontak merebut bandara di kota terbesar di Kongo timur, Goma, pada Selasa, 28 Januari 2025, yang berpotensi memutus jalur utama bantuan untuk menjangkau ratusan ribu orang yang mengungsi, setelah merebut kota tersebut dalam sebuah serangan yang menyebabkan banyak mayat bergelimpangan di jalanan, Reuters melaporkan.

Para milisi M23 bergerak ke Goma pada Senin dalam eskalasi terburuk sejak 2012 dari konflik tiga dekade yang berakar pada dampak panjang dari genosida Rwanda dan perjuangan untuk menguasai sumber daya mineral yang melimpah di Kongo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Goma merupakan pusat utama bagi orang-orang yang mengungsi akibat pertempuran di tempat lain di Kongo timur dan kelompok-kelompok bantuan yang ingin membantu mereka. Pertempuran telah membuat ribuan orang mengungsi keluar dari kota, termasuk beberapa orang yang baru-baru ini mencari perlindungan di sana dari serangan M23 sejak awal tahun ini.

Tepat di seberang perbatasan di Rwanda, truk-truk mengangkut sejumlah besar orang yang melarikan diri dari Goma dengan membawa anak-anak mereka dan bungkusan barang-barang yang dibungkus dengan kain.

Pemerintah Republik Demokratik Kongo dan kepala pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan bahwa pasukan Rwanda berada di Goma, mendukung sekutu M23 mereka. Rwanda mengatakan bahwa mereka mempertahankan diri dari ancaman milisi Kongo, tanpa secara langsung mengomentari apakah pasukannya telah menyeberangi perbatasan.

Penduduk Goma dan sumber-sumber PBB mengatakan bahwa puluhan tentara telah menyerah, namun beberapa tentara dan milisi pro-pemerintah masih bertahan. Penduduk di beberapa lingkungan melaporkan adanya tembakan senjata ringan dan beberapa ledakan keras pada Selasa pagi.

"Saya telah mendengar suara tembakan dari tengah malam sampai sekarang ... itu berasal dari dekat bandara," kata seorang wanita tua di daerah Majengo utara Goma, dekat dengan bandara, kepada Reuters melalui telepon.

Sebagian besar pertempuran terkonsentrasi di sekitar bandara, dan pada Selasa sore beberapa sumber diplomatik dan keamanan mengatakan bahwa pemberontak M23 telah menguasai bandara tersebut, membuat mereka bertanggung jawab atas penghubung vital ke dunia luar.

"Melalui bandara inilah PBB, kelompok-kelompok kemanusiaan, pasukan penjaga perdamaian, dan bahkan tentara Kongo mendapatkan pasokan," kata peneliti Kongo Christoph Vogel, seraya menambahkan bahwa tidak ada akses yang layak melalui jalan darat atau perahu di Danau Kivu.

Laporan Pemerkosaan dan Penjarahan

Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB (OCHA), mengatakan dalam sebuah briefing di Jenewa bahwa rekan-rekannya telah melaporkan "tembakan senjata ringan dan mortir yang berat di seluruh kota dan adanya banyak mayat di jalanan".

"Kami mendapat laporan tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh para milisi, penjarahan harta benda... dan fasilitas kesehatan kemanusiaan yang dihantam," tambahnya. Pejabat bantuan internasional lainnya menggambarkan rumah sakit yang kewalahan dengan korban luka yang dirawat di lorong-lorong.

Francois Moreillon, kepala Komite Palang Merah Internasional di Kongo, mengatakan kepada Reuters bahwa sebuah gudang obat telah dijarah, dan ia mengkhawatirkan sebuah laboratorium yang menjadi tempat penyimpanan kuman-kuman berbahaya, termasuk ebola.

"Jika laboratorium itu terkena peluru yang dapat mempengaruhi integritas struktur, ada potensi menyebabkan kuman-kuman keluar, dan ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar di luar perbatasan Republik Demokratik Kongo," katanya.

Di Kinshasa, massa yang marah meneriakkan slogan-slogan anti-Rwanda dan menyerang kedutaan besar beberapa negara yang dianggap mendukung Rwanda, membakar ban dan bangunan. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.

"Apa yang dilakukan Rwanda adalah dengan keterlibatan Prancis, AS dan Belgia. Rakyat Kongo sudah muak. Berapa kali kami harus mati?" kata seorang pengunjuk rasa, Joseph Ngoy.

Kedutaan Besar Rwanda, Prancis, Amerika Serikat, Uganda, Kenya, Belanda dan Belgia menjadi sasaran. Video yang diposting secara online dan diverifikasi oleh Reuters menunjukkan puluhan orang menjarah kedutaan besar Kenya, sementara video lainnya menunjukkan penjarahan telah menyebar ke lokasi lain termasuk supermarket.

Ketakutan akan konflik yang lebih luas

M23 adalah yang terbaru dari serangkaian pemberontakan etnis Tutsi yang dipimpin dan didukung oleh Rwanda yang telah membawa kekacauan di Kongo sejak genosida di Rwanda 30 tahun yang lalu, ketika para ekstremis Hutu membunuhi etnis Tutsi dan etnis Hutu yang moderat, dan kemudian digulingkan oleh pasukan yang dipimpin oleh etnis Tutsi yang masih memerintah Rwanda.

Rwanda mengatakan bahwa beberapa pelaku yang digulingkan telah berlindung di Kongo sejak genosida tersebut, membentuk milisi yang beraliansi dengan pemerintah Kongo, dan menjadi ancaman bagi etnis Tutsi di Kongo dan Rwanda sendiri.

Kongo menolak keluhan Rwanda, dan mengatakan bahwa Rwanda telah menggunakan milisi proksi untuk mengendalikan dan menjarah mineral yang menguntungkan seperti coltan, yang digunakan pada ponsel pintar.

PBB dan kekuatan-kekuatan global khawatir konflik ini dapat berkembang menjadi perang regional, seperti yang terjadi pada tahun 1996-1997 dan 1998-2003 yang menewaskan jutaan orang, sebagian besar karena kelaparan dan penyakit.

Corneille Nangaa, pemimpin Aliansi Sungai Kongo yang mencakup M23, mengatakan bahwa tujuan para pemberontak adalah untuk menggantikan Presiden Felix Tshisekedi dan pemerintahannya di ibu kota.

Pasukan penjaga perdamaian PBB telah terjebak dalam pertempuran. Afrika Selatan mengatakan tiga tentaranya tewas dalam baku tembak antara pasukan pemerintah dan pemberontak dan yang keempat tewas akibat luka-luka dari pertempuran sebelumnya, sehingga jumlah korban tewas dalam sepekan terakhir menjadi 13 orang.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |