TEMPO.CO, Jakarta - Linkin Park, grup musik rock asal Amerika Serikat, akan segera menggelar konser di Indonesia pada 16 Februari 2025 mendatang. Konser ini menjadi penantian panjang para penggemar di Tanah Air, setelah 13 tahun lamanya Linkin Park absen dari panggung Indonesia.
Lebih dari sekedar konser, kembalinya Linkin Park menandai perjalanan panjang mereka di blantika musik cadas selama lebih dari 20 tahun. Menurut
Dengan tambahan Joe Hahn, Dave "Phoenix" Farrell, dan vokalis Mark Wakefield, mereka mulai mengejar mimpi dalam industri musik. Namun, perjalanan awal tidak mudah. Demo mereka yang direkam dengan dana terbatas gagal menarik perhatian label besar.
Segalanya berubah ketika Chester Bennington bergabung pada 1998, menggantikan Wakefield yang hengkang. Dengan vokal Bennington dan sinerginya dengan Shinoda, Linkin Park menemukan identitas musik mereka. Nama band pun berganti menjadi Hybrid Theory, sebelum akhirnya menetap dengan nama Linkin Park, sebagai penghormatan terhadap Lincoln Park di Santa Monica.
Perubahan ini memimpin mereka ke penandatanganan kontrak dengan Warner Bros. dan menghasilkan debut album mereka, Hybrid Theory (2000), yang kemudian tercatat sebagai album debut yang terjual lebih dari 10 juta kopi di seluruh dunia. Hybrid Theory mendapatkan tiga nominasi Grammy dan memenangkan penghargaan di berbagai ajang musik.
Pada 2002, band ini merilis album remix Reanimation, yang menghadirkan versi baru dari lagu-lagu di album pertama mereka. Mereka juga terus melakukan tur dunia, memperkenalkan musik mereka kepada audiens internasional, yang semakin besar.
Setelah sukses dengan Hybrid Theory, Linkin Park merilis album kedua mereka, Meteora (2003), yang berisikan lagu-lagu hits seperti Numb, Somewhere I Belong, dan “Breaking the Habit. Meteora tidak hanya berhasil di pasaran, tetapi juga mengukuhkan Linkin Park sebagai salah satu band rock terbesar di awal 2000-an.
Selain menciptakan karya-karya orisinal, mereka juga menjelajahi proyek kolaborasi. Album Collision Course (2004), hasil kerja sama dengan rapper Jay-Z, menggabungkan musik dan lirik kedua pihak menjadi mash-up.
Pada 2007, Linkin Park merilis album ketiga mereka, Minutes to Midnight. Lagu What I’ve Done menjadi salah satu single paling sukses dari album ini. Linkin Park terus bereksperimen dengan musik mereka, menggabungkan lebih banyak elemen elektronik dan ambient dalam A Thousand Suns (2010).
Pada 2012, mereka merilis Living Things, yang kembali menonjolkan elemen-elemen yang lebih familiar, dengan lagu seperti Burn It Down dan Lost in the Echo yang kembali ke akar rock mereka, namun tetap mengandung sentuhan elektronik.
Dilansir dari WatchMojo, Linkin Park kembali dengan “Burn It Down” pada 2012, yang merupakan single pertama dari album berikutnya. Living Things memulai debutnya sekali lagi di puncak tangga lagu AS dan mencapai nomor satu di enam belas negara lainnya. Mereka merilis single kedua, Lost in the Echo, pada tahun yang sama.
Tahun 2017 menjadi momen kelam bagi Linkin Park. Setelah merilis album One More Light, yang menampilkan sisi pop mereka, Chester Bennington meninggal dunia akibat bunuh diri. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam bagi penggemar dan anggota band.
Setelah kehilangan ini, Linkin Park memilih untuk hiatus, merilis proyek-proyek arsip seperti One More Light: Live dan perayaan 20 tahun Hybrid Theory (2020). Pada 2023, mereka kembali merilis materi langka dari era Meteora, menghidupkan kenangan bagi penggemar lama.
Pada 2024, Linkin Park bangkit dengan formasi baru. Emily Armstrong dari Dead Sara bergabung sebagai vokalis, sementara Colin Brittain menggantikan Rob Bourdon sebagai drummer. Mereka memperkenalkan album kedelapan mereka, From Zero, yang memadukan elemen klasik dan modern.