YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hampir sama dengan kisruh administrasi di Kalibata, Jakarta Selatan, di Kota Yogyakarta, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga bermasalah, sampai-sampai 12 sekolah tidak lagi menerima makan yang menjadi jatahnya.
Pasalnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kotagede yang mestinya menyediakan menu MBG tak lagi beroperasi. Informasi terakhir yang diterima, penghentian itu disebabkan oleh masalah administrasi.
Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EQUITAS), Wisnu Setiadi Nugroho menyayangkan kondisi tersebut. Ia menilai program MBG sejatinya membawa dampak besar dalam upaya perbaikan gizi anak-anak dan pengentasan kemiskinan, asalkan dijalankan dengan benar dan tepat sasaran.
Menurut Wisnu, salah satu tantangan terbesar terletak pada distribusi dan pengawasan kualitas makanan. Ia menyoroti potensi pemborosan anggaran jika program dijalankan secara universal tanpa menyaring kelompok penerima manfaat yang benar-benar membutuhkan.
“Jika anak-anak dari keluarga mampu juga menerima jatah makan, itu justru tidak adil dan mengurangi efektivitas penggunaan anggaran. Apalagi kualitas makanan pun belum tentu merata dan sesuai standar,” ujarnya, Jumat (25/4/2025).
Ia mengacu pada hasil riset Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics tahun 2023 yang menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima makanan gratis cenderung memiliki ketahanan pangan dan kesehatan yang lebih baik dibandingkan yang tidak menerima.
Namun, Wisnu menekankan pentingnya skema distribusi yang lebih cermat. Ia menyarankan agar pemerintah memfokuskan bantuan ke sekolah dan daerah dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi. “Dengan anggaran terbatas, tentu tidak bisa semua dapat jatah yang sama. Harus ada prioritas,” tegasnya.
Sebagai solusi alternatif, Wisnu mengusulkan mekanisme bantuan berupa subsidi bahan pangan untuk keluarga miskin, pemberian voucher makanan, atau pendanaan fleksibel bagi sekolah agar bisa mengelola sendiri menu bergizi bagi siswanya.
Ia juga mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola program. Menurutnya, audit independen dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan bisa membantu mencegah kebocoran anggaran dan memastikan manfaat sampai ke sasaran.
“Desentralisasi kebijakan juga layak dipertimbangkan. Pemerintah daerah lebih tahu kebutuhan masing-masing wilayah dan bisa melibatkan UMKM lokal untuk suplai bahan pangan, sehingga perputaran ekonominya juga dirasakan masyarakat sekitar,” pungkas Wisnu.