TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali tertekan pada perdagangan sore ini, Senin, 17 Maret 2025. Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan mata uang rupiah ditutup melemah 50 poin ke level Rp 16.400, setelah sebelumnya sempat melemah hingga 60 poin di level Rp 16.428 per dolar AS.
“Sementara untuk perdagangan besok, rupiah diprediksi bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah di rentang Rp 16.390 hingga Rp 16.450 per dolar AS,” kata Ibrahim dalam keterangan resmi, Senin, 17 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia membeberkan, dari faktor internal yang memengaruhi melemahnya nilai rupiah ialah mengenai laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 masih mencatat surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, dengan nilai mencapai US$ 3,12 miliar. “Meskipun lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, angka ini masih lebih tinggi dibanding Februari 2024,” kata Ibrahim.
Surplus tersebut, lanjunya, ditopang oleh komoditas non-migas yang mencatat kelebihan neraca sebesar US$ 4,84 miliar, didorong oleh ekspor lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Namun, sektor migas, kata Ibrahim, mengalami defisit sebesar US$ 1,72 miliar akibat tingginya impor minyak mentah dan hasil minyak.
“Ekspor Indonesia pada Februari 2025 tercatat sebesar US$ 21,98 miliar, naik 2,58 persen dibanding Januari 2025 yang senilai US$ 21,43 miliar. Secara tahunan (year on year/yoy), ekspor tumbuh 14,05 persen dibanding Februari 2024 yang mencapai US$ 19,27 miliar,” ujarnya..
Di sisi lain, Ibrahim mengatakan, impor Indonesia pada Februari 2025 mencapai US$ 18,86 miliar, meningkat 5,18 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat US$ 17,94 miliar. Jika dibandingkan dengan Februari 2024, Ibrahim mengatakan, impor juga mengalami kenaikan sebesar 2,30 persen.
Di sisi lain, dari faktor eksternal, Ibrahim mengatakan melemahnya rupiah tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian global. Konflik di Timur Tengah semakin memanas setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap pemberontak Houthi di Yaman sebagai respons atas gangguan mereka terhadap jalur pelayaran di Laut Merah.
Ibrahim menyebut terdapat perkembangan dalam negosiasi gencatan senjata Rusia-Ukraina. Presiden Donald Trump dikabarkan akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa, yang bisa memberikan harapan bagi stabilitas geopolitik global.
Namun, pernyataan Trump mengenai tarif timbal balik dan sektoral yang akan diberlakukan mulai 2 April kembali menghidupkan kekhawatiran perang dagang global. Meskipun pasar masih meragukan implementasi penuh kebijakan ini, negara-negara seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko telah menyusun langkah balasan yang berpotensi memperburuk tensi perdagangan internasional.
Selain itu, Ibrahim mengatakan, pelaku pasar juga tengah mengantisipasi serangkaian pertemuan bank sentral utama pekan ini, termasuk Federal Reserve (The Fed), Bank of Japan, dan Bank of England. Data produksi industri dan penjualan ritel AS juga akan menjadi indikator penting yang mempengaruhi arah kebijakan moneter global.
Dengan kombinasi faktor domestik dan global yang masih penuh ketidakpastian, Ibrahim mengingatkan rupiah diperkirakan tetap menghadapi tekanan dalam waktu dekat.