TEMPO.CO, Jakarta - Hujan lebat membanjiri tenda-tenda perkemahan warga Palestina yang mengungsi di seluruh Jalur Gaza pada Senin, 25 November 2024, demikian dilansir Reuters.
Kondisi ini menambah kesengsaraan musim dingin pada masyarakat yang telah hancur akibat perang selama 13 bulan, ketika pasukan Israel meningkatkan serangan di daerah kantong tersebut.
Beberapa orang meletakkan ember air di atas tanah untuk melindungi tikar dari kebocoran dan menggali parit untuk mengalirkan air dari tenda mereka.
Banyak tenda yang digunakan pada awal perang kini telah usang dan tidak lagi memberikan perlindungan, tetapi harga tenda dan terpal plastik yang baru telah melambung tinggi sehingga tidak terjangkau oleh para pengungsi.
Suad Al-Sabea, seorang ibu dari enam anak dari Gaza utara, kini tinggal di dalam ruang kelas dengan jendela yang pecah di sebuah sekolah yang menampung keluarga pengungsi di Khan Younis, selatan Jalur Gaza.
Sabea menjual roti yang ia buat dengan oven tanah berbahan bakar kayu untuk mencari nafkah bagi anak-anaknya. Namun, air hujan merusak tepung dan merusak ovennya, sehingga ia terancam kehilangan pekerjaan.
"Saya biasanya takut hidup atau mati, sekarang kami khawatir dengan hujan," katanya.
"Adonan tenggelam dalam air, dan banyak kasur yang terendam air. Hujan turun di atas kepala saya dan saya terus membuat kue untuk menafkahi anak-anak saya," kata Sabea kepada Reuters.
Beberapa tempat pengungsian lain yang lebih dekat dengan pantai terendam banjir, dan beberapa tenda tersapu gelombang tinggi.
"Laut membawa pergi putri kecil saya, syukurlah kami bisa menyelamatkannya," kata Mariam Abu Saqer, yang sebelumnya tinggal di tenda di tepi pantai sebelum tenda tersebut tergenang air laut.
"Ke mana kami harus pergi, ke mana pun kami pergi, mereka bilang tidak ada tempat," katanya.
Kantor media pemerintah Gaza yang dikelola Hamas mengatakan sekitar 10.000 tenda hanyut atau rusak akibat badai musim dingin, dan memohon bantuan internasional untuk menyediakan tenda bagi para pengungsi untuk melindungi mereka dari banjir.
"Menurut tim penilai lapangan pemerintah, 81% dari tenda-tenda pengungsi sudah tidak dapat digunakan lagi. Dari 135.000 tenda, 110.000 tenda sudah rusak total dan sangat membutuhkan penggantian," katanya dalam sebuah pernyataan.
Dinas Darurat Sipil Palestina mengatakan ribuan orang yang mengungsi terkena dampak banjir musiman dan meminta tenda dan karavan baru dari para donor bantuan untuk melindungi mereka.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan dalam sebuah posting di X bahwa hujan pertama di musim dingin berarti lebih banyak penderitaan.
"Sekitar setengah juta orang berada dalam risiko di daerah-daerah yang mengalami banjir," katanya. "Situasi ini hanya akan bertambah buruk dengan setiap tetes hujan, setiap bom, setiap serangan."
Israel meningkatkan serangan ke Gaza
Sementara itu, serangan Israel semakin intensif di daerah kantong tersebut. Di Rafah di Jalur Gaza selatan, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya empat orang, kata petugas medis. Sementara itu, tank-tank Israel memperdalam serangan mereka di tepi utara dua kota Beit Hanoun, dan di Beit Lahiya, serta Jabalia, yang merupakan kamp pengungsi terbesar dari delapan kamp pengungsi bersejarah di daerah kantong tersebut.
Petugas medis mengatakan tujuh orang Palestina tewas akibat dua serangan udara Israel di daerah Jabalia.
Pada Senin, warga mengatakan pesawat Israel menjatuhkan selebaran baru di Beit Lahiya yang memerintahkan penduduk yang tersisa untuk pergi ke selatan, mengatakan daerah itu akan diserang dan memberi mereka peta.
Penduduk mengatakan pasukan Israel telah meledakkan ratusan rumah sejak memperbaharui operasi di daerah yang beberapa bulan lalu telah dibersihkan dari militan.
Palestina mengatakan Israel tampaknya bertekad untuk menduduki wilayah tersebut secara permanen untuk menciptakan zona penyangga di sepanjang tepi utara Gaza, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Israel.
Kampanye Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 44.200 orang, dan mengusir hampir seluruh penduduknya, menurut para pejabat Gaza, sekaligus membuat sebagian besar wilayah pantai yang sempit itu menjadi puing-puing.
Perang meletus sebagai tanggapan atas serangan lintas batas oleh militan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di mana orang-orang bersenjata menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa lebih dari 250 sandera kembali ke Gaza, menurut penghitungan Israel.