Pembahasan Dinilai Tertutup, Koalisi Sipil Minta Prabowo Tunda KUHAP Baru Lewat Perpu

3 hours ago 13
Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gelombang kritik terhadap KUHAP baru yang baru saja diketuk DPR belum surut. Suasana di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11/2025), memperlihatkan kekhawatiran mendalam dari Koalisi Masyarakat Sipil yang menilai regulasi baru itu penuh persoalan, baik dari sisi proses maupun substansi. Karena itu, mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah cepat dengan menerbitkan Perpu untuk menunda pemberlakuannya.

Revisi KUHAP yang disetujui DPR pada 18 November lalu dijadwalkan mulai berlaku 2 Januari 2026. Namun bagi kelompok masyarakat sipil, cara pengesahan yang berjalan cepat dan minim transparansi membuat aturan itu tak layak diterapkan.

Pembahasan Sunyi dan Serba Tergesa

Ketua YLBHI, Muhamad Isnur, mengungkapkan bahwa pembahasan hingga pengesahan KUHAP dilakukan dalam waktu yang sangat sempit. Publik tak memiliki cukup ruang untuk membaca, mengkritisi, apalagi memberi masukan. Ia menyebut dokumen final pasal-pasal baru bahkan baru muncul beberapa jam sebelum rapat paripurna berlangsung.

“Ini bukan sekadar tergesa-gesa, tapi seperti menutup pintu rapat-rapat dari masyarakat,” ujarnya. Isnur menilai cara tersebut tidak hanya mencederai asas partisipasi publik, tetapi juga menghilangkan kesempatan untuk menilai konsekuensi hukum yang akan muncul.

Substansi yang Dianggap Mengundang Masalah Baru

Selain proses yang dianggap tidak sehat, koalisi menyoroti isi KUHAP baru yang mereka nilai jauh dari prinsip-prinsip perlindungan warga negara. Setidaknya terdapat sekitar 40 catatan serius terkait isi RUU.

Salah satu kekhawatiran terbesar adalah hilangnya peran hakim dalam proses penangkapan dan penahanan. Melalui Pasal 93 dan Pasal 99, penyidik diberi kewenangan penuh untuk menentukan dua langkah krusial itu. Alasan penahanan pun meluas hingga hal-hal yang sangat subjektif, seperti dinilai memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta. Bagi koalisi, pola ini membuka ruang kesewenang-wenangan.

Sorotan lain adalah menguatnya kendali Polri dalam proses penyidikan. Pasal-pasal yang mengatur posisi PPNS dan Penyidik Tertentu menempatkan mereka secara langsung di bawah koordinasi Polri. Bahkan kewenangan menangkap dan menahan bagi institusi lain tidak dapat dijalankan tanpa persetujuan kepolisian. Skema ini dipandang berpotensi mereduksi independensi lembaga penegak hukum lainnya.

Isu ketiga adalah soal restorative justice. Dalam aturan baru, kesepakatan damai dapat dimulai sejak tahap penyelidikan, bahkan sebelum ada kepastian tindak pidana. Tanpa pengawasan substantif hakim, mekanisme itu dianggap rawan berubah menjadi ajang negosiasi yang sarat kepentingan.

Perpu Dinilai Menjadi Jalan Keluar Paling Aman

Di tengah berbagai persoalan tersebut, koalisi berpendapat bahwa Perpu adalah mekanisme konstitusional yang paling tepat untuk menghentikan pemberlakuan sementara sambil menyiapkan perbaikan menyeluruh. Mereka mengingatkan bahwa pemerintah sebelumnya beberapa kali menggunakan Perpu untuk menunda atau membatalkan undang-undang yang dinilai belum siap atau menimbulkan keresahan publik.

Sejumlah preseden yang mereka sebut meliputi penundaan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (2005), UU Perikanan (2006), hingga UU Lalu Lintas (1992). Pemerintah juga pernah menarik kembali UU Ketenagakerjaan 1997 melalui Perpu pada tahun 2000 karena adanya penolakan masyarakat.

“Jadi langkah ini bukan hal baru. Presiden bisa melakukannya demi menghindari kekacauan hukum,” kata Isnur menegaskan.

Bagi koalisi, keputusan Presiden Prabowo dalam beberapa minggu ke depan akan sangat menentukan arah pembaruan hukum pidana Indonesia. Jika pemberlakuan KUHAP baru dibiarkan berjalan dengan kondisi substansi yang dianggap bermasalah, mereka khawatir dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat.

Pada titik inilah, mereka menilai Perpu bukan hanya sekadar opsi, melainkan kebutuhan mendesak demi memastikan penyusunan ulang KUHAP berjalan lebih transparan, partisipatif, dan berpihak pada perlindungan hak warga negara. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |