SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Saudara memang saudara, tapi kalau sudah menyangkut urusan uang, tidak menutup kemungkinan muncul masalah yang ujung-ujungnya bisa saja sampai urusan polisi.
Hal itu yang terjadi pada paman dan keponakan di wilayah Sleman ini. Seorang pensiunan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpaksa melaporkan keponakannya sendiri ke Polda DIY atas dugaan penipuan dan perbuatan curang, dengan kerugian mencapai Rp2,3 miliar.
Kuasa hukum korban, Farid Iskandar, mengatakan laporan tersebut terpaksa ditempuh setelah upaya penyelesaian kekeluargaan menemui jalan buntu. “Kami merasa sudah maksimal melakukan pendekatan kekeluargaan. Namun, karena tidak ada itikad baik, maka kami melaporkan kasus ini secara pidana dengan harapan bisa diproses ke tahap penyidikan,” ujar Farid di Mapolda DIY, Senin (28/4/2025).
Dalam laporan tersebut, korban berinisial AW (64), warga Yogyakarta, melaporkan keponakannya sendiri berinisial OAD bersama seorang perempuan berinisial LP. Dugaan penipuan bermula dari permintaan bantuan pembiayaan umrah dan kurban yang disampaikan OAD kepada AW pada awal Mei 2023. Dengan janji akan mengembalikan uang beserta kompensasi, korban mentransfer Rp203 juta dalam dua tahap.
Tidak lama kemudian, OAD kembali meminta bantuan modal usaha pengolahan sampah sebesar Rp143 juta. AW kembali percaya dan memenuhi permintaan tersebut. Total uang yang telah dikeluarkan korban mencapai Rp346 juta.
Namun, saat menagih, korban hanya menerima pengembalian Rp100 juta. “Sisanya sekitar Rp240 juta belum dikembalikan,” kata Farid.
Belum selesai dengan persoalan utang-piutang, OAD kemudian menawarkan rumah di kawasan Pondok Permai Banguntapan seharga Rp500 juta. Merasa percaya, korban menyetujui untuk membeli rumah tersebut dengan menggunakan sisa uang utang sebagai bagian pembayaran, ditambah kekurangan sekitar Rp250 juta yang ditransfer kemudian.
Namun, dalam proses Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di notaris, nama yang muncul justru bukan AW, melainkan LP dan OAD yang mengatasnamakan ibu mereka. “Dari sisi hukum, ini sudah kelihatan manipulatif. Korban membayar lunas, tapi yang tercatat dalam PPJB adalah pihak lain,” ungkap Farid. Apalagi, sertifikat rumah yang dijanjikan hanya diberikan dalam bentuk fotokopi, bukan dokumen asli.
Kejadian serupa berulang. AW kembali ditawari rumah lain di Pondok Permai Purwomartani seharga Rp750 juta dan satu unit lagi di kawasan Tajem senilai Rp800 juta. Korban yang masih memercayai keponakannya kembali mengeluarkan uang sesuai harga yang disepakati.
Namun kecurigaan mulai muncul saat korban hendak merenovasi rumah di Tajem. Ia terkejut karena rumah tersebut justru dipasangi papan iklan dijual. Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa semua unit rumah yang telah dibeli ternyata masih berstatus hak tanggungan atas nama pihak lain.
“Di situlah klien kami sadar bahwa ia menjadi korban penipuan,” ujar Farid.
Meski sudah dilakukan mediasi dan kedua terlapor sempat berjanji akan mengembalikan uang korban, janji tersebut tidak kunjung dipenuhi hingga batas waktu yang disepakati. Akhirnya, AW memilih untuk melaporkan kasus ini ke Polda DIY.
Di hadapan wartawan, AW mengaku menyesal karena terlalu mempercayai keponakannya sendiri. “Saya pikir keluarga sendiri tidak mungkin berbuat seperti ini. Tapi kenyataannya lain. Empat kali saya minta pengembalian uang, tidak ada realisasi. Akhirnya saya pakai jasa pengacara dan melapor ke polisi,” tuturnya.
Sementara itu, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih, membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar, kami sudah menerima laporan. Saat ini sedang dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” tandasnya.