Ini Kronologi Penyegelan Pembangunan Pondok Wisata di Pulau Pari, Diduga Reklamasi Ilegal dan Rusak Mangrove

20 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Ramai-rama masalah pagar laut memberikan dampak positif pada warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, yang mendapati tanaman mangrove di lingkungan mereka dirusak perusahaan swasta untuk membangun pondok wisata.

Keluhan mereka cepat ditanggapi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan adanya indikasi perusakan mangrove dan reklamasi ilegal dalam pembangunan pondok wisata di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi Jakarta. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin mengatakan bahwa temuan tersebut merupakan hasil peninjauan lapangan yang dilakukan oleh Tim Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) KKP.

"Tim Ditjen PKRL KKP turun ke lapangan dalam rangka penilaian pelaksanaan KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) dengan subjek hukum PT. CPS. Lokasi di sekitar Perairan Pulau Pari, Provinsi DKI Jakarta," kata Doni seperti dikutip Antara, Rabu, 22 Januari 2025.

Perusakan mangrove dan penimbunan pantai sebenarnya sudah dikeluhkan masyarakat di Pulau Pari sejak November tahun lalu. Mereka bahkan menghadang alat berat yang dipakai perusahaan untuk menggusur mangrove dan menguruk pantai.

Pulau Pari dengan penduduk 3.800-an jiwa mengalami banjir rob dan abrasi, sehingga pada 2021 warga di wilayah gugusan Pulau Pari, yang terdiri dari Pulau Tikus, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, Pulau Burung, Pulau Biawak serta Pulau Pari menanam mangrove.

Hasilnya, dalam 3 tahun tumbuh 40 ribuan mangrove di lahan 1,37 hektare di sekitar Pulau Biawak.

Wisatawan menikmati Hutan Mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, 11 November 2024. Hutan Mangrove menjadi salah satu objek wisata yang disuguhkan untuk wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pari. Hutan Mangrove Pulau Pari terbentuk secara alami yang luasnya berkisar 10 hektar lebih dan dikelola baik oleh warga setempat guna menjaga ekosistem. TEMPO/Fardi Bestari

Namun pada November 2024, PT CPS yang membangun pondok wisata di Pulau Biawak, merusak ribuan mangrove.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan PT CPS terindikasi melakukan reklamasi tanpa izin di kawasan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Trenggono saat Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di  Kamis, 23 Januari 2025, mengatakan bahwa PKKPRL yang diterbitkan untuk perusahaan tersebut seharusnya untuk pembangunan cottage apung dan dermaga wisata. Namun diduga perusahaan melakukan reklamasi.

"Pemanfaatan pulau untuk pariwisata, yaitu PT CPS di Pulau Pari, Provinsi DKI Jakarta. Statusnya, PKKPRL PT CPS yang diterbitkan pada tanggal 12 Juli 2024 untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata, luasnya 180 hektare, terindikasi pelanggaran dengan melakukan kegiatan reklamasi tanpa izin," kata Trenggono.

Ia mengatakan, bahwa hasil peninjauan di lapangan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan, ditemukan adanya kegiatan pengerukan menggunakan alat berat di Pulau Pari, diduga dilakukan oleh PT CPS di dalam area KKPRL terbit.

"Area di sekitar kegiatan pengerukan berupa ekosistem mangrove dan padang lamun kategori baik," ucapnya.

Ia menerangkan, terdapat kegiatan pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi yang belum memiliki KKPRL dilakukan oleh subjek hukum yang sama yaitu PT CPS, di mana terindikasi melakukan alih fungsi ekosistem mangrove.

Ia menyebutkan, kegiatan itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, tentang Penetapan PP Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

"Yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan pemanfaatan ruang di laut yang dilakukan secara menetap lebih dari 30 hari harus memiliki Izin Pemanfaatan Ruang Laut berupa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau PKKPRL dari Menteri Kelautan dan Perikanan," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Tim Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket).

Perusakan Hutan bakau dan Mangrove

Proyek pembangunan dermaga serta resort milik swasta di Pulau Gugus Lempeng yang berdekatan dengan Pulau Pari dan Pulau Biawak itu dikeluhkan warga karena menyebabkan kerusakan hutan bakau atau mangrove.

Warga Pulau Pari meminta pembangunan dermaga yang merusak lingkungan di Pulau Gugus Lempeng, Kelurahan Pulau Pari, Kepulauan Seribu Selatan, dihentikan.

"Kami langsung tindaklanjuti aspirasi warga yang meminta pembangunan merusak alam dihentikan," kata Lurah Pulau Pari, Muhammad Adriansyah di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.

Ia mengatakan, hingga saat ini tidak ada pengerjaan kembali proyek pembangunan dermaga tersebut.

"Pada 17 Januari kemarin memang ada alat besar ekskavator. Namun, hingga kini tidak ada pengerjaan kembali," katanya.

Ia menjelaskan, warga resah karena pembangunan dermaga ini diduga tidak ada izin dan dilakukan secara diam-diam.

"Terkait perizinan dan penghentian proyek itu menjadi kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI," katanya.

Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Kepulauan Seribu Nurliati mengatakan bahwa terkait Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) merupakan wewenang dari KKP RI.

"Proyek pembangunan ini masih terus dipantau. Kita juga masih menunggu bukti izin pembangunannya," kata dia.

Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta menghentikan aktivitas pengerukan pasir laut ilegal di Pulau Biawak, Kepulauan Seribu.

"Kami tetap mengambil langkah tegas," kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi

Pihaknya telah mengambil langkah cepat dan tegas untuk menindaklanjuti informasi yang viral di media sosial beberapa hari lalu seputar aktivitas pengerukan pasir laut ilegal di Pulau Biawak.

"Memang Pulau Biawak merupakan kawasan privat atau milik perorangan. Tetapi kami tetap mengambil langkah tegas disebabkan aktivitas pengambilan pasir laut diduga belum memiliki izin dari Kementerian terkait," kata dia.

Disegel Kementerian Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel aktivitas pembangunan di Pulau Biawak bagian dari gugusan Pulau Pari di Kepulauan Seribu setelah terjadi pembabatan puluhan ribu pohon mangrove.

Dalam kunjungan ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan (Gakkum) KLH Rizal Irawan mengatakan pihaknya akan mendalami aktivitas tersebut setelah adanya laporan dari warga terkait pembabatan mangrove dan penghancuran terumbu karang serta padang lamun.

"Itu untuk minimal menghitung tiga jenis kerugian. Yang pertama adalah kerugian ekonomi, yang kedua kerugian sosial dan yang ketiga adalah kerugian lingkungan. Ini tim sudah memanggil ahli," kata Rizal.

Dia menjelaskan pihaknya belum bisa menetapkan kapan penyidikan dan penghitungan dampak kerusakan lingkungan di wilayah tersebut akan selesai karena menyesuaikan dengan kerja tim ahli yang dibawa oleh KLH.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq didampingi Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan KLH Rizal Irawan serta Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Rasio Ridho Sani, bertemu dengan masyarakat.

Dalam pertemuan itu warga menyampaikan aktivitas perusakan lingkungan dilakukan PT CPS yang mengeruk laut dangkal pada 17 Januari lalu. Akibat aktivitas tersebut sebanyak 40 ribu pohon mangrove berusia 3 tahun yang ditanam warga dan pengunjung Pulau Pari rusak.

Tidak hanya itu, aktivitas tersebut juga menghancurkan 62 meter persegi laut dangkal yang merupakan ekosistem terumbu karang dan padang lamun.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |