Soal Wacana Prabowo Maafkan Koruptor, IM57+ Institute: Kepentingan Segelintir Elite

1 month ago 37

TEMPO.CO, Jakarta - IM57+ Institute menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra ihwal pemaafan koruptor dengan mengembalikan uang negara sebagai amnesti dan abolisi. Ucapan Yusril tersebut merupakan penjelasan dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memaafkan koruptor asal mengembalikan kerugian negara.

"Pertama, ini menjadi upaya untuk menjustifikasi peringanan hukuman koruptor dan bahkan pemaafan dengan dalih optimalisasi pemulihan aset hasil korupsi," kata Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito dalam keterangan resmi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Lakso, tidak ada regulasi di seluruh dunia yang mengatur upaya penghapusan pidana dengan pemulihan aset. Dia menuturkan, pemulihan aset dan penghukuman adalah dua rel yang berjalan bersamaan dan tidak menegasikan satu sama lain.

Lakso menjelaskan, konsep mempercepat penanganan perkara khusus hanya untuk korporasi, dan bukan manusia. Sebab, korporasi tidak dihukum fisik. Adapun mekanisme deferred prosecution agreement digunakan untuk memastikan perkara korporasi dapat dikenakan kewajiban pembayaran dengan waktu cepat, sedangkan direksinya dan pejabat publik tetap dihukum. 

"Jangan sampai adanya upaya dari free rider yang menjustifikasi upaya peringatan hukuman dan bahkan pemaafan dengan alasan optimalisasi pemulihan aset," ucap Lakso.

Kedua, lanjut dia, UNCAC atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi harus dilihat secara utuh. "Jangan mencampuradukkan pemaknaan parsial UNCAC, dengan inisiatif dan kepentingan segelintir elite untuk menggolkan visi meringankan, bahkan menihilkan hukuman bagi koruptor”.

Lakso menuturkan, justru UNCAC mendorong pendekatan lebih radikal. Misalnya, Pasal 20 UNCAC yang mendorong harta kekayaan yang tidak sah (illicit enrichment) dapat dirampas. "Apabila bicara UNCAC, beranikah Menko mendorong penerapan pendekatan ini di Indonesia?" tanya dia.

Sebelumnya, Yusril menjelaskan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaatkan koruptor, asal mengembalikan uang negara. Menurut dia, pernyataan itu merupakan salah satu bagian strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery). 

Ia mengklaim hal ini sejalan dengan UNCAC yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, pemerintah dan DPR wajib menyesuaikan konvensi tersebut dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). "Namun, kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis. 

Sesuai pengaturan konvensi, lanjut dia, penekana upaya pemberantasan korupsi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif, dan pemulihan kerugian negara. Yusril juga menilai, pernyataan Prabowo menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Nasional yang akan berlaku pada awal 2026.

Dia mengatakan, penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, melainkan menekankan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. 

Menurut Yusril, penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi bukan hanya menekankan penghukuman kepada para pelakunya. Tapi juga harus membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi negara. "Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) untuk mensejahterakan rakyat," kata Yusril.

Dia melanjutkan, setelah mengembalikan uang hasil rasuah itu, pelaku korupsi di dunia usaha misalnya bisa meneruskan usahanya dengan cara yang benar. Dengan demikian, usahanya tidak tutup atau bangkrut. 

"Presiden Prabowo memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi," tutur Yusril. Kendati demikian, sesuai amanat konstitusi, Presiden akan meminta pertimbangan DPR sebelum memberikan amnesti dan abolisi. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |