Petugas memberikan dokumen kepada jamaah calon haji (lustrasi).
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Ketua Bidang Advokasi Hukum Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi), dr Mahesa Paranadipa Maikel menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi petugas kesehatan. Menurutnya, risiko gugatan, konflik, atau intimidasi terhadap nakes haji cukup tinggi.
“Ada banyak kasus dokter digugat atau diintimidasi karena menyatakan jamaah tidak layak terbang. Padahal itu dilakukan demi keselamatan jamaah,” ujar Mahesa saat berbincang dengan Republika.co.id belum lama ini.
Dia menegaskan, petugas bekerja berdasarkan standar prosedur (SOP). Karena itu keputusan medis seharusnya tidak bisa diganggu gugat selama sesuai regulasi.
“Kalau jamaah sakit di Indonesia, keluarganya masih bisa mendampingi. Tapi kalau sakit di pesawat atau di Tanah Suci, penanganannya berbeda dan jauh lebih sulit,” ucapnya.
Mahesa mendesak pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan nyata kepada tenaga kesehatan haji. “Ini tugas negara, bukan pekerjaan yang dilamar. Jadi negara wajib memberi perlindungan hukum,” kata dia.
Perdokhi sendiri menegaskan siap menjadi mitra teknis Kementerian Haji dan Umrah RI dalam menyiapkan standar petugas haji yang lebih profesional dan adaptif terhadap dinamika penyelenggaraan haji.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi), dr Syarief Hasan Lutfie mengungkapkan tingginya angka kematian jamaah haji Indonesia.
Berdasarkan laporan otoritas Arab Saudi, Indonesia masih menjadi penyumbang sekitar 50 persen angka kematian jamaah dunia. Kondisi ini disebut harus menjadi alarm serius bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Bahwa Indonesia 50 persen adalah penyumbang kontribusi kematian terbesar dari jamaah dunia. Maka aspek preventif harus diperkuat,” ujar Syarief kepada //Republika.co.id//, Selasa (18/11/2025).

1 hour ago
7














































