KLATEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Memang tidak salah jika Klaten dijuluki sebagai “Kota Seribu Candi”. Di kawasan ini, banyak peninggalan purbakala yang tersebar di antara permukiman warga, berdiri tenang sekaligus menjadi saksi sejarah masa silam.
Temuan terbaru kembali memperkuat julukan itu. Saat proses rehabilitasi Umbul Gedaren di Desa Gedaren, Kecamatan Jatinom, sejumlah warga menemukan batu-batu kuno dari dasar sumber air tersebut.
Batuan yang muncul ke permukaan itu tak sekadar batu biasa. Dari bentuknya, tampak seperti lumpang berbagai ukuran, umpak penyangga bangunan, hingga batu bertakik menyerupai bagian dari struktur candi. Semua terbuat dari batu andesit yang lazim digunakan pada masa klasik Nusantara.
Kini batu-batu itu dikumpulkan di sisi barat kolam, sementara di bawah akar pepohonan besar di sudut barat daya, masih tampak sisa-sisa bongkahan berbentuk kotak yang diperkirakan merupakan reruntuhan struktur candi.
“Sudah seminggu lebih direhab. Batu-batu itu ya dari dasar umbul sini,” tutur Kasto, warga setempat, Selasa (12/11/2025). Ia menambahkan, sebagian warga meyakini bebatuan itu sudah ada sejak lama, bahkan konon pernah digunakan duduk oleh bangsawan Keraton Solo.
“Ada batu yang katanya tempat duduk Pangeran atau Paku Buwono. Dulu sering ramai, sekarang agak sepi karena sedang penataan,” imbuhnya.
Kepala Dusun II Gedaren, Sidiq, membenarkan bahwa batu-batu tersebut memang sudah lama berada di area umbul. Ia memastikan nantinya bebatuan itu tidak akan dipindah ke tempat lain, melainkan ditata kembali setelah proses pelebaran kolam selesai.
“Batu-batu itu asli dari sini. Setelah selesai dikeruk, nanti dikembalikan lagi ke posisi semula dan ditata rapi,” ujarnya.
Pegiat sejarah Klaten, Hari Wahyudi, menilai temuan itu bukan hal sepele. Ia menduga kuat bahwa Umbul Gedaren dulunya merupakan Candi Petirtaan, yakni bangunan suci yang digunakan untuk kegiatan pembersihan diri pada masa Hindu-Buddha.
“Itu terlihat dari batu sabuk candi di bagian kaki yang miring. Bentuk dan materialnya menunjukkan ciri candi petirtaan,” jelas Hari. Menurutnya, dalam catatan kolonial, Umbul Gedaren dikenal sebagai mata air kuno yang tidak digunakan untuk irigasi, melainkan bersifat sakral.
“Kalau dilihat dari struktur dan konteksnya, besar kemungkinan berasal dari abad IX–X Masehi. Masih ada struktur in situ di bawah pohon besar di pojok utara umbul,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Analis Cagar Budaya Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Klaten, Wiyan Ari Tanjung, mengaku belum menerima laporan resmi mengenai temuan batuan di Umbul Gedaren tersebut.
“Kalau yang di umbul belum kami data. Tapi kami pernah mendata sejumlah situs di sekitar lokasi, termasuk yoni di tengah kampung dan makam tua,” katanya.
Temuan ini menambah panjang daftar situs bersejarah di Klaten. Jika benar merupakan bagian dari Candi Petirtaan, Umbul Gedaren akan menjadi saksi baru peradaban masa klasik yang pernah hidup dan berdenyut di bumi Klaten. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.


















































