
Disclaimer: Artikel ini disusun untuk tujuan edukatif dan informatif, bukan untuk mempromosikan konsumsi produk tembakau atau rokok ilegal dalam bentuk apapun.
WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Fenomena rokok bodong atau rokok ilegal makin marak di pasaran. Dengan rasa yang konon katanya 11-12 dengan rokok legal, produk tanpa cukai ini tetap laku keras. Lalu, apa sebenarnya penyebabnya?
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, membeberkan alasan logis di balik fenomena ini. Menurutnya, perbedaan harga antara rokok legal dan ilegal sangat jomplang.
70 Persen Harga Rokok Legal untuk Pajak dan Cukai
Putu menjelaskan, sekitar 70 persen harga rokok legal berasal dari komponen pajak dan cukai yang masuk ke kas negara. Artinya, hanya sekitar 30 persen yang benar-benar menjadi nilai produksi dan keuntungan industri.
“Karena rokok ini sangat sensitif terhadap cukai, setiap ada kenaikan akan terjadi pergeseran konsumsi, baik dari golongan maupun jenisnya,” ujar Putu baru baru ini.
Menurutnya, beban cukai yang tinggi itu membuat rokok legal semakin mahal, sedangkan rokok tanpa cukai bisa dijual jauh lebih murah. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah lebih tergoda membeli rokok ilegal.
“Kalau sekarang yang 70% itu tidak diambil, playing field-nya sudah tidak seimbang. Sangat jauh jomplangnya,” tegas Putu.
Harga Murah Jadi Magnet Utama
Dengan tidak adanya beban cukai dan pajak, rokok ilegal bisa dijual setengah harga dari rokok legal. Di sinilah muncul “pasar gelap” yang terus tumbuh karena permintaan tetap tinggi.
“Keinginan untuk mengedarkan rokok ilegal akan tinggi sekali. Karena tanpa komponen 70% tadi, harganya bisa sangat murah dibandingkan yang legal,” jelasnya.
Kabar Baik: Cukai Rokok Tak Naik Tahun Depan
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya memastikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak akan naik pada tahun 2026.
Kebijakan ini disambut positif oleh pelaku industri hasil tembakau (IHT) karena dianggap memberi ruang napas bagi pabrik rokok legal, yang selama ini terbebani pajak tinggi.
Langkah tersebut diharapkan dapat menekan peredaran rokok ilegal, karena harga jual antara produk legal dan ilegal tak lagi terpaut terlalu jauh.
Jadi, fenomena rokok bodong laris bukan semata soal selera atau ketersediaan barang, melainkan soal struktur pajak dan cukai yang membuat harga rokok legal melonjak tajam.
Selama disparitas harga ini tetap besar, peredaran rokok ilegal akan terus jadi tantangan bagi pemerintah dan industri tembakau resmi. Aris Arianto
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.